Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 menjadi 4,7%. Apa penyebab revisi ini dan bagaimana dampaknya terhadap perekonomian nasional? (Bisnis.com)

Bank Dunia merilis laporan Global Economic Prospects yang menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025 menjadi 4,7%, dari sebelumnya 5,1% yang diperkirakan pada Oktober 2024. Angka ini menjadi salah satu revisi terendah di kawasan Asia Timur dan Pasifik, menandakan tekanan global yang makin berat. 

Bank Dunia mencatat bahwa perlambatan ekonomi Indonesia tidak lepas dari kondisi global yang makin tidak menentu. Hambatan perdagangan yang meningkat, ketidakpastian kebijakan di negara-negara besar, dan berkurangnya aliran investasi asing menjadi penyebab utama. 

Pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan hanya mencapai 2,3% pada 2025—terendah sejak krisis keuangan 2008 jika di luar masa resesi—dan ini berdampak besar pada negara berkembang seperti Indonesia, yang masih sangat bergantung pada ekspor dan investasi luar negeri.

Rekomendasi
Di Asia Timur dan Pasifik, proyeksi pertumbuhan juga diturunkan dari 5,0% pada 2024 menjadi 4,5% di 2025. Sebagai salah satu ekonomi terbesar di kawasan, Indonesia menghadapi tantangan dari melemahnya permintaan ekspor, terutama dari Tiongkok sebagai mitra dagang utama. 

Ditambah lagi, situasi geopolitik dan ketegangan perdagangan global memperburuk prospek ekspor yang selama ini menjadi salah satu motor pertumbuhan Indonesia.

Tekanan dari luar negeri diperparah oleh masalah di dalam negeri. Bank Dunia menyoroti terbatasnya pendapatan negara, ditambah beban subsidi dan pembayaran bunga utang yang tinggi. Hal ini menyulitkan pemerintah untuk merespons perlambatan ekonomi secara agresif. 

Investasi, baik dari dalam maupun luar negeri, juga mengalami perlambatan—padahal selama ini menjadi penopang pertumbuhan nasional.

Tantangan struktural lainnya adalah ketimpangan pendapatan yang masih tinggi dibanding negara maju, serta lambatnya pengurangan kemiskinan ekstrem. 

Bank Dunia menilai banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, belum mampu mengejar ketertinggalan pendapatan karena minimnya investasi produktif dan stagnasi produktivitas.

Meski 2025 diprediksi menjadi tahun yang berat, Bank Dunia tetap optimistis akan adanya pemulihan bertahap. Pertumbuhan Indonesia diperkirakan naik ke 4,8% pada 2026 dan kembali menyentuh 5,0% pada 2027, asalkan reformasi yang tepat diterapkan.
Berikut proyeksi pertumbuhan PDB Indonesia menurut laporan tersebut:
Tahun Pertumbuhan PDB (%) Status
2022 5,3 Data Aktual
2023 5,0 Data Aktual
2024 5,0 Estimasi
2025 4,7 Proyeksi
2026 4,8 Proyeksi
2027 5,0 Proyeksi

Data ini menunjukkan bahwa walaupun tahun depan penuh tantangan, ada ruang untuk pulih dan kembali ke jalur pertumbuhan yang lebih sehat.

Untuk merespons perlambatan dan memaksimalkan peluang pemulihan, Indonesia perlu fokus pada lima hal utama:

Dorong Investasi Domestik
Ketika investasi asing menurun, investasi dalam negeri bisa menjadi penopang utama. Pemerintah bisa memberikan insentif pajak, memangkas regulasi, dan memperbaiki iklim usaha. Proyek besar seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) bisa jadi pemicu keterlibatan sektor swasta.

Perbaiki Kualitas SDM
Pendidikan dan pelatihan kerja harus ditingkatkan agar produktivitas naik. Program vokasi yang relevan dengan kebutuhan industri serta investasi dalam teknologi akan memperkuat daya saing Indonesia.

Jaga Stabilitas Fiskal dan Inflasi
Pemerintah perlu menggenjot pendapatan lewat reformasi pajak dan mengurangi subsidi yang kurang tepat sasaran. Di sisi lain, menjaga inflasi tetap rendah penting untuk melindungi daya beli masyarakat, terutama saat harga energi dan pangan rentan naik akibat konflik global.

Diversifikasi Ekonomi dan Ekspor
Ketergantungan pada komoditas seperti batu bara dan kelapa sawit membuat ekonomi rentan terhadap harga global. Diversifikasi ke sektor manufaktur, jasa, dan teknologi bisa membuka lapangan kerja baru dan mengurangi risiko eksternal.

Perkuat Kerja Sama Internasional
Menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim atau disrupsi perdagangan, Indonesia perlu menjalin kerja sama strategis dengan mitra dagang dan organisasi internasional untuk mengamankan investasi dan akses pasar.

Meski tantangan besar, Indonesia punya sejumlah keunggulan. Pasar domestik yang besar, populasi muda, dan lokasi strategis di Asia Tenggara adalah modal penting. 

Selain itu, pertumbuhan ekonomi digital dan dorongan menuju ekonomi hijau membuka ruang investasi baru, termasuk di sektor energi terbarukan dan teknologi.

Pemerintah juga telah memulai reformasi struktural lewat kebijakan seperti Omnibus Law Cipta Kerja untuk menarik investor dan menciptakan lapangan kerja. 

Jika implementasinya konsisten dan tepat sasaran, Indonesia bisa memperkuat posisinya sebagai kekuatan ekonomi utama di kawasan. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang turun menjadi 4,7% pada 2025 mencerminkan tekanan global yang tidak bisa dihindari. 

Namun, dengan strategi yang tepat—mulai dari mendorong investasi domestik, memperbaiki kualitas tenaga kerja, hingga menjaga fiskal tetap sehat—Indonesia tetap punya peluang besar untuk bangkit dan tumbuh lebih kuat di tahun-tahun berikutnya. 

Kuncinya adalah kombinasi antara reformasi internal dan kemampuan menyesuaikan diri dengan dinamika global yang terus berubah.

Aplus Insight