Saham GIAA sempat melonjak 10% ke Rp77 setelah Danantara suntik dana US$405 juta ke Garuda Indonesia. Namun, harga saham turun ke Rp70 hanya sehari kemudian. (Foto: Pixabay/20094504)

Saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) sempat terbang tinggi setelah mendapat suntikan dana jumbo dari Danantara Indonesia. Pada Selasa (25/6/2025), saham GIAA melejit 10% ke level Rp77 per saham di sesi pagi. Namun, sehari berselang, harga sahamnya justru anjlok ke Rp70 atau turun 9,09%.

Pemicunya adalah pengumuman pada 24 Juni 2025: Danantara Indonesia melalui PT Danantara Asset Management (Persero) resmi menyuntikkan dana US$405 juta atau setara Rp6,65 triliun kepada maskapai pelat merah itu. 

Dana dikucurkan dalam bentuk pinjaman pemegang saham (shareholder loan) sebagai bagian dari paket dukungan jangka panjang senilai US$1 miliar.

Tujuannya? Mendukung transformasi operasional Garuda, termasuk perawatan dan perbaikan armada Garuda maupun Citilink. Rinciannya, Rp4,82 triliun dialokasikan untuk Citilink dan Rp1,82 triliun untuk Garuda Indonesia.

Lonjakan harga saham GIAA pada hari pengumuman mencerminkan sentimen pasar yang sangat positif. Volume perdagangan pun melonjak drastis hingga menembus 108,77 juta saham dengan nilai transaksi Rp8,37 miliar. Bahkan kapitalisasi pasarnya sempat menyentuh Rp7,04 triliun.

Namun, euforia itu tak bertahan lama. Pada Rabu (26/6/2025), harga saham GIAA justru terjun bebas ke Rp70. Volume perdagangan melonjak drastis menjadi 421,69 juta saham—jauh di atas rata-rata harian 89 juta saham. Data Yahoo Finance mencatat kapitalisasi pasar GIAA kini hanya tinggal Rp1,812 triliun.

Apa yang membuat investor balik badan begitu cepat?

Menurut Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan, suntikan dana dari Danantara memang memberi efek positif dalam jangka pendek karena menunjukkan komitmen pemerintah dalam menyelamatkan Garuda sebagai BUMN strategis. Namun, ia menekankan bahwa ini belum menjawab persoalan utama.

"Investor melihat pendanaan ini sebagai katalis jangka pendek, bukan solusi jangka panjang. Beban utang Garuda masih sangat besar, mencapai US$7,88 miliar hingga kuartal I/2025. Jadi suntikan US$405 juta itu hanya sekitar 5% dari total kewajiban mereka," kata Ekky pada Rabu (26/6/2025).

Ekky menambahkan bahwa pasar menunggu langkah konkret dalam efisiensi biaya, renegosiasi utang jangka panjang, serta perbaikan struktur operasional dan keuangan secara menyeluruh. Tanpa itu, reli harga saham kemungkinan hanya bersifat sementara.

“Garuda masih butuh waktu. Perbaikan perlu menyentuh banyak aspek seperti manajemen biaya, harga avtur, nilai tukar rupiah, dan pemulihan sektor aviasi global,” lanjutnya.

CEO Garuda Indonesia, Wamildan Tsani, tetap optimistis. Ia menargetkan pemulihan operasional penuh pada 2026 dan mengoperasikan 120 pesawat dalam lima tahun ke depan. 

Ia menyebut pendanaan ini sebagai fondasi bagi transformasi jangka panjang yang lebih berkelanjutan.

Namun di sisi lain, laporan keuangan masih menunjukkan kerugian. Pada 2024, Garuda mencatatkan rugi bersih Rp1,15 triliun. Kuartal I/2025 juga masih merah dengan kerugian Rp1,2 triliun.

Maka tak heran, meski harga saham GIAA telah naik 87,8% dalam tiga bulan terakhir, investor tetap waspada. 

Saat ini, saham Garuda lebih dilihat sebagai instrumen trading jangka pendek ketimbang investasi jangka panjang.

“Kalau memang ada perbaikan fundamental dan konsistensi kinerja keuangan, tentu bisa jadi lain cerita. Tapi saat ini, masih terlalu dini,” ujar Ekky.

Dengan volatilitas yang tinggi dan tantangan besar di depan, pergerakan saham GIAA dalam waktu dekat kemungkinan masih akan ditentukan oleh sentimen pasar—bukan kinerja fundamental. 

Investor disarankan berhati-hati, apalagi mengingat harga saham GIAA sudah bergerak di kisaran tertingginya dalam 52 minggu terakhir, yakni antara Rp31,00 – Rp80,00.

Sementara itu, pasar akan terus menanti langkah strategis lanjutan dari manajemen Garuda untuk membuktikan bahwa dana jumbo dari Danantara bukan sekadar "bantuan hidup sementara", tapi benar-benar menjadi jalan keluar menuju laba dan keberlanjutan jangka panjang.