Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia turun ke level terendah sejak 2022 pada Mei 2025. Pemerintah menyebut ketidakpastian global sebagai penyebab utama. (Foto: Istimewa)

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia turun tajam pada Mei 2025 ke angka 117,5—terendah sejak September 2022—berdasarkan data dari Bank Indonesia. Angka ini merosot dari 121,7 pada April 2025, menandakan makin lemahnya optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi nasional. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyebut penurunan ini sebagai dampak dari ketidakpastian global yang mempengaruhi perilaku konsumsi rumah tangga, salah satu penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

Untuk mengatasi situasi ini, pemerintah menggulirkan sejumlah program stimulus seperti diskon belanja, potongan tarif transportasi, dan bantuan subsidi upah (BSU) yang ditargetkan dapat meningkatkan konsumsi masyarakat selama libur sekolah Juni-Juli 2025.

Meski masih berada di atas ambang batas 100 (yang berarti konsumen masih relatif optimis), penurunan ke 117,5 menunjukkan adanya kekhawatiran terhadap situasi ekonomi saat ini dan dalam waktu dekat. 

Dua komponen utama penyusun IKK menunjukkan penurunan:

Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) turun dari 113,7 menjadi 106,0. Rinciannya:

• Indeks Persepsi Situasi Ekonomi (IPSI): 118,1

• Indeks Persepsi Daya Beli (IPDG): 104,1

• Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja (IKLK): 95,7, mencerminkan pesimisme terhadap pasar kerja.

Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) juga turun tipis dari 129,8 ke 129,0, meskipun masih berada di zona optimis. Sub-indeksnya:

• Ekspektasi Lapangan Kerja (IEKLK): 123,8

• Ekspektasi Ekonomi (IEP): 135,4

• Ekspektasi Upah (IEKU): 127,8

Penurunan ini ikut tercermin dalam perilaku konsumsi. Masyarakat kini lebih berhati-hati:

• Rasio propensi konsumsi turun dari 74,8% ke 74,3%.

• Rasio utang terhadap pendapatan naik jadi 10,8% dari sebelumnya 10,5%.

• Rasio tabungan juga naik ke 14,9%, tanda masyarakat memilih menyimpan uang daripada membelanjakannya.

Apa Penyebab dan Dampaknya?

Menurut Airlangga, tekanan global seperti naik-turunnya harga komoditas dan situasi geopolitik memengaruhi perekonomian domestik. Konsumsi rumah tangga, yang berkontribusi lebih dari separuh terhadap PDB Indonesia, ikut melemah karena banyak masyarakat mengerem pengeluaran—terutama untuk kebutuhan non-prioritas.

Penurunan IKE menunjukkan masyarakat merasa kondisi saat ini sedang sulit. Tapi IEK yang masih tinggi menjadi sinyal positif bahwa masyarakat tetap berharap situasi akan membaik dalam waktu enam bulan ke depan.

Secara demografis, konsumen dengan pengeluaran bulanan di atas Rp5 juta punya tingkat kepercayaan tertinggi (IKK 120,5). Dari sisi usia, kelompok 20–30 tahun paling optimis (IKK 124,8). 

Secara wilayah, penurunan paling tajam terjadi di Medan, Banten, dan Surabaya—menandakan tekanan terjadi cukup merata di berbagai daerah.

Langkah Pemerintah

Untuk menggenjot konsumsi selama masa libur sekolah, pemerintah meluncurkan sejumlah program stimulus pada Juni-Juli 2025:

Holiday Sale: Diskon Belanja Nasional
Mulai 13 Juni hingga 13 Juli 2025, pemerintah bekerja sama dengan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menghadirkan diskon besar-besaran dari lebih dari 300 merek ritel di seluruh Indonesia. Target transaksi selama periode ini ditetapkan sebesar Rp60 triliun. "Kita targetkan diskon ini akan menarik belanja dalam 2 bulan sebesar Rp60 triliun," kata Airlangga pada 13 Juni 2025.

Diskon Transportasi
Untuk mendukung mobilitas masyarakat, tiket kereta cepat Whoosh didiskon hingga 50% untuk semua rute. Tarif tol juga dipotong 20%, dan PPN untuk angkutan laut ditanggung pemerintah. Tujuannya jelas: meringankan biaya perjalanan agar orang lebih aktif bepergian dan belanja.

Bantuan Subsidi Upah (BSU)
Pemerintah memberikan bantuan Rp600.000 (dibagi Rp300.000 per bulan selama Juni dan Juli 2025) kepada pekerja bergaji maksimal Rp3,5 juta yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Program ini menggantikan rencana diskon listrik yang dibatalkan karena kendala anggaran.

Kenapa Diskon Listrik Dibatalkan?

Awalnya, pemerintah berencana memberi diskon 50% untuk pelanggan listrik 450–1.300 VA. Tapi pada 2 Juni 2025, Kementerian Keuangan membatalkan program tersebut karena proses penganggaran yang belum rampung. 

Sebagai gantinya, BSU dinilai lebih tepat sasaran karena langsung menyasar kelompok pekerja berpenghasilan rendah. Keputusan ini menunjukkan bahwa fleksibilitas kebijakan menjadi penting di tengah keterbatasan fiskal.

Apa Implikasinya untuk Ekonomi?

Penurunan IKK ini jadi pengingat bahwa ekonomi Indonesia masih rentan terhadap guncangan luar negeri. Lemahnya konsumsi rumah tangga bisa jadi hambatan bagi pertumbuhan ekonomi ke depan, kecuali ada dorongan dari kebijakan yang tepat dan cepat. 

Program stimulus yang digulirkan diharapkan mampu memanfaatkan momentum libur sekolah untuk menggerakkan roda ekonomi. BSU sendiri ditujukan untuk menjaga daya beli kelompok bawah, yang biasanya paling rentan terdampak.

Namun, agar dampaknya terasa nyata, efektivitas implementasi sangat penting. Pemerintah juga perlu mengantisipasi risiko global yang lebih luas, seperti stabilitas harga energi dan ketegangan geopolitik, sambil memperkuat struktur ekonomi domestik. 

Strategi jangka panjang seperti mendorong investasi sektor produktif dan membuka lapangan kerja baru menjadi krusial untuk memperbaiki IKE dan menjaga harapan konsumen yang sudah tergambar dari tingginya IEK.

Turunnya IKK ke 117,5 pada Mei 2025 mencerminkan tantangan besar yang dihadapi ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global. 

Respons pemerintah berupa program diskon belanja, potongan tarif transportasi, dan bantuan upah menunjukkan upaya konkret untuk menjaga konsumsi masyarakat selama masa liburan. 

Meskipun ada kendala seperti pembatalan diskon listrik, langkah alternatif seperti BSU menjadi bukti adaptasi kebijakan yang cepat. Keberhasilan program-program ini akan sangat menentukan apakah ekonomi Indonesia bisa tetap stabil dan tumbuh di tengah tekanan global yang belum mereda.