Turki menghentikan impor minyak mentah dari Rusia setelah sanksi terbaru AS dan Uni Eropa. Kilang utama di negara itu kini beralih ke pasokan dari Irak dan Kazakhstan untuk menjaga aktivitas ekspor bahan bakar ke Eropa. (REUTERS)

Kilang minyak utama Turki mulai mengurangi ketergantungannya pada minyak mentah Rusia setelah sanksi terbaru dari Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa menargetkan perusahaan energi besar Moskwa. Langkah ini menandai perubahan signifikan bagi Ankara, yang selama bertahun-tahun menjadi salah satu pembeli terbesar minyak Rusia selain China dan India.

Kilang STAR milik SOCAR, perusahaan energi negara Azerbaijan telah mengamankan setidaknya empat pengiriman minyak mentah dari Irak, Kazakhstan, dan pemasok non-Rusia lain untuk kedatangan pada Desember 2025. 

Volume tersebut setara 77.000 hingga 129.000 barel per hari (bph), menggantikan hampir seluruh kapasitas 210.000 bph yang sebelumnya dipenuhi oleh minyak Rusia pada September-Oktober, menurut seorang sumber industri yang dikutip Reuters, Minggu (2/11).

Sementara itu, Tupras, operator penyulingan terbesar di Turki, memperluas pembelian minyak berkualitas serupa dengan Urals Rusia, termasuk beberapa jenis minyak Irak. 

Perusahaan disebut akan menghentikan impor minyak mentah Rusia sepenuhnya di salah satu fasilitasnya demi memenuhi standar ekspor bahan bakar ke Eropa seiring berlakunya sanksi Uni Eropa bulan ini.

“Kami melihat perubahan cepat dalam pola pembelian minyak mentah di kawasan ini, terutama sejak sanksi baru diumumkan,” kata seorang pedagang minyak yang mengetahui operasi kilang di Turki, dikutip dari sumber yang sama.

Konteks pergeseran pasokan

Perubahan strategis ini terjadi setelah pemerintahan Donald Trump mengumumkan sanksi menyeluruh pada 22 Oktober 2025 terhadap dua perusahaan minyak raksasa Rusia, Rosneft dan Lukoil. 

Pemerintah Inggris mengikuti langkah serupa, disusul Uni Eropa yang menerapkan paket sanksi ke-19 terhadap sektor energi Rusia, mencatat pembatasan terkoordinasi terbesar sejak invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022.

Sanksi tersebut memberikan masa tenggang hingga 21 November untuk menghentikan transaksi minyak mentah Rusia oleh perusahaan AS, dan 28 November bagi entitas Inggris. Ketentuan itu memaksa pembeli utama Rusia seperti Turki untuk mencari alternatif dalam hitungan pekan demi menjaga kepatuhan terhadap aturan internasional.

Menurut data bea cukai dan pelacakan kapal, impor minyak Irak ke Turki diperkirakan naik menjadi 141.000 bph pada November, melonjak dari 99.000 bph pada Oktober dan jauh di atas rata-rata tahunan 80.000 bph. 

Salah satu pengiriman mencakup kargo KEBCO dari Kazakhstan, jenis minyak yang dipasarkan sebagai alternatif non-sanksi dengan karakteristik setara Urals.

“KEBCO dirancang untuk memberikan kejelasan asal pasokan dan memastikan tidak tercampur dengan minyak Rusia yang terkena sanksi,” kata seorang eksekutif Kazakh kepada S&P Global.

Ketergantungan minyak Rusia mulai retak

Dalam 10 bulan pertama 2025, Turki mengimpor rata-rata 669.000 bph minyak mentah, di mana 317.000 bph atau hampir 47% berasal dari Rusia. Aliran itu menjadi penopang pendapatan penting bagi Moskwa selama perang Ukraina, meski kini menghadapi hambatan signifikan akibat tekanan ekonomi Barat.

Analisis lembaga kebijakan energi AS, Atlantic Council, menilai langkah ini sebagai “escalation terbesar dalam upaya Barat membatasi pendapatan perang Rusia sejak 2022”, merujuk pada laporan 28 Oktober 2025.

Di blok Barat, upaya menekan pendapatan ekspor energi Rusia terus didorong oleh kekhawatiran bahwa pasokan minyak dari Moskwa digunakan untuk mendanai operasional militer di Ukraina. 

Sementara itu, Turki, yang bukan anggota Uni Eropa secara historis mengambil posisi diplomatik ambivalen antara Rusia dan Barat, namun kini dipaksa menyesuaikan diri demi tetap terlibat dalam pasar energi global.

Seorang pejabat senior Uni Eropa yang tidak disebutkan namanya menyatakan bahwa pergeseran Turki ini dapat membuka jalan bagi tekanan lebih lanjut terhadap pendapatan energi Rusia, terutama jika diterapkan secara konsisten dalam beberapa bulan ke depan.

Harga minyak global terpantau meningkat tipis sejak sanksi diumumkan, dengan pasar berspekulasi terkait kehilangan pasokan besar-besaran dari Rusia di tengah upaya diversifikasi mendadak oleh pembeli utama seperti Turki, India, dan Tiongkok.