Pemerintah memperkenalkan strategi baru pemberantasan rokok ilegal lewat skema amnesti bagi produsen rokok gelap dan keputusan menahan kenaikan tarif cukai pada 2026. (Instagram/Menkeuri)

Pemerintah meluncurkan strategi baru untuk menekan peredaran rokok ilegal lewat pendekatan “tongkat dan wortel”yaitu memberi kesempatan amnesti kepada produsen rokok gelap sekaligus menahan kenaikan tarif cukai rokok pada 2026. Kebijakan tersebut diumumkan oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa saat kunjungan kerja ke Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) di Kudus, Jawa Tengah, Jumat (3/10/2025).

Langkah ini disebut sebagai upaya terakhir pemerintah mengajak pelaku usaha rokok ilegal masuk ke jalur legal tanpa harus menghadapi konsekuensi hukum masa lalu. 

“Mungkin ada pemutihan juga ya, ke belakangnya dosanya diampuni. Tapi setelah itu, ke depan kita akan bertindak keras,” kata Purbaya di KIHT Kudus, dikutip dari Tempo.

Sebagai bagian dari strategi tersebut, Kementerian Keuangan akan menyediakan kawasan industri khusus seluas 5 hektare untuk menampung produsen rokok ilegal yang bersedia bertransformasi menjadi legal. 

Direktur Jenderal Bea dan Cukai tengah menyiapkan skema tarif cukai khusus yang lebih terjangkau bagi produsen skala kecil agar tetap kompetitif di pasar.

Purbaya menyebut langkah ini penting untuk mempersempit ruang gerak peredaran rokok ilegal yang selama ini sulit diberantas hanya lewat pendekatan penegakan hukum. 

Pemerintah juga menilai pemberian insentif lewat kawasan industri dapat mempercepat proses legalisasi dan pengawasan produksi.

Kebijakan mempertahankan tarif cukai 2026 mendapat dukungan dari Kementerian Perindustrian. 

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan, keputusan itu menjadi bentuk insentif bagi Industri Hasil Tembakau (IHT) yang selama ini menjadi penyerap tenaga kerja besar.

“IHT menyerap 5,8 juta tenaga kerja dan memberikan kontribusi signifikan terhadap devisa ekspor. Kepastian tarif cukai akan menjaga keberlanjutan industri sekaligus mendorong kepatuhan pelaku usaha,” ujar Agus.

Namun langkah pemerintah ini menuai kecaman keras dari kalangan kesehatan. Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) menilai strategi tersebut justru bertentangan dengan upaya menurunkan prevalensi perokok.

“Ini adalah pembunuhan rakyat yang dilegitimasi negara,” kata perwakilan Komnas PT dalam pernyataan resminya. 

Organisasi itu menyoroti keputusan pemerintah yang tak mengikuti rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) agar tarif cukai tembakau minimal mencapai 75% dari harga ritel.

Protes juga diwujudkan dalam bentuk pengiriman karangan bunga ke Kementerian Keuangan, sebagai simbol penolakan terhadap kebijakan tersebut. 

Menanggapi hal itu, Purbaya memilih bersikap santai dan menyebut pemerintah tetap berkomitmen pada pemberantasan rokok ilegal dengan pendekatan yang realistis.

Kebijakan amnesti ini akan menjadi langkah awal sebelum penegakan hukum dilakukan lebih keras terhadap pelaku yang tetap bertahan di pasar gelap setelah program dijalankan. 

Pemerintah berharap pendekatan campuran insentif dan sanksi ini bisa menekan angka peredaran rokok ilegal yang masih menjadi tantangan besar di sektor fiskal dan kesehatan.