![]() |
| Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan UU BUMN yang mengubah Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN). (Istimewa) |
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang mengubah Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN). Keputusan tersebut diambil dalam rapat paripurna ke-6 masa persidangan I tahun sidang 2025–2026 di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Kamis (2/10/2025).
Perubahan besar dalam beleid baru ini tak hanya menyangkut perubahan kelembagaan, tetapi juga aturan ketat soal pemberian bonus kepada direksi dan komisaris BUMN.
Perusahaan pelat merah yang masih mencatatkan kerugian kini dilarang memberikan bonus dalam bentuk apa pun kepada jajaran direksinya.
“Setuju,” jawab mayoritas anggota dewan saat Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad memimpin pengambilan keputusan atas rancangan undang-undang tersebut dalam sidang paripurna.
Revisi UU BUMN memuat 12 poin perubahan substansial. Salah satu yang paling krusial adalah transformasi kelembagaan Kementerian BUMN menjadi BP BUMN, sebuah lembaga yang berperan sebagai regulator murni dan tidak lagi terlibat dalam urusan operasional perusahaan.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini, yang mewakili Presiden dalam rapat tersebut, menjelaskan bahwa perubahan ini dilakukan untuk memperjelas batas fungsi antara regulator dan operator BUMN.
“Perubahan ini bertujuan untuk memisahkan secara tegas fungsi pengaturan dan pengelolaan agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam pengelolaan BUMN,” ujar Rini dikutip dari CNN Indonesia.
Pegawai Kementerian BUMN secara otomatis akan dialihkan menjadi pegawai BP BUMN dengan status tetap sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Pegawai kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN dialihkan menjadi pegawai BP BUMN,” tambah Rini.
Selain itu, undang-undang baru ini juga melarang rangkap jabatan bagi menteri dan wakil menteri sebagai komisaris atau direksi BUMN. Larangan tersebut sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 128/PUU-XXIII/2025. Pemerintah diberi waktu dua tahun untuk menyesuaikan ketentuan baru tersebut.
Bonus Dihapus untuk BUMN Merugi
Aturan lain yang menjadi sorotan adalah soal pembatasan bonus bagi direksi dan komisaris BUMN. DPR menegaskan bahwa perusahaan milik negara yang tidak mencapai target kinerja atau masih mencatatkan kerugian tidak diperbolehkan membagikan bonus.
“BUMN yang rugi tidak boleh memberikan bonus kepada direksinya. Bonus hanya boleh diberikan apabila Key Performance Indicator (KPI) tercapai,” tegas anggota Komisi VI DPR Rivqy Abdul Halim saat pembahasan di parlemen.
Kebijakan pembatasan bonus ini melengkapi aturan yang sebelumnya telah dikeluarkan oleh Danantara melalui Surat Edaran Nomor S-063/DI-BP/VII/2025 pada Juli lalu.
Aturan tersebut juga melarang komisaris BUMN menerima tantiem atau insentif berbasis kinerja. Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani bahkan menyebut langkah ini bisa menghemat sekitar Rp8 triliun per tahun.
Wakil Menteri BUMN Aminuddin Ma’ruf memastikan bahwa praktik pemberian bonus kepada perusahaan yang merugi telah dihentikan.
“Kalau sekarang semua BUMN sudah tidak ada bonus-bonusan,” ujarnya dikutip dari Bloomberg Technoz.
Dampak ke Pegawai dan Perusahaan
Dengan disahkannya undang-undang baru ini, status kelembagaan BUMN mengalami perubahan signifikan. Peralihan fungsi ke BP BUMN diharapkan dapat memperkuat peran pengawasan dan memastikan setiap kebijakan pengelolaan perusahaan negara berjalan lebih profesional.
Di sisi lain, penerapan sistem reward and punishment yang lebih tegas disebut akan meningkatkan disiplin dan akuntabilitas direksi BUMN.
DPR berharap kebijakan ini mendorong perusahaan pelat merah fokus pada kinerja, bukan pada pembagian insentif di tengah kondisi keuangan yang belum stabil.
Perubahan regulasi ini menjadi langkah besar dalam reformasi pengelolaan BUMN, sekaligus menandai akhir era kementerian yang merangkap peran ganda sebagai pengatur dan pelaksana.
Pemerintah kini diberi waktu dua tahun untuk menyelesaikan seluruh penyesuaian kelembagaan dan memastikan transisi berjalan mulus.

0Komentar