![]() |
| Kereta cepat Whoosh. (KCIC) |
Presiden ke-7 RI Joko Widodo disebut memilih China sebagai mitra dalam proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh karena tiga alasan strategis yang dianggap lebih menguntungkan Indonesia dibandingkan tawaran Jepang.
Keputusan itu kembali mencuat ke publik setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi melakukan penyelidikan terkait dugaan penggelembungan anggaran proyek yang nilainya menembus Rp120,38 triliun.
Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sekaligus peneliti demografi, Dedek Prayudi, membeberkan tiga pertimbangan utama Jokowi dalam memilih China Development Bank (CDB) sebagai penyandang dana utama proyek strategis nasional itu. Pernyataan tersebut disampaikan dalam program ROSI KompasTV pada Rabu (30/10/2025).
“Pertama, Jepang menginginkan 100 persen pembiayaan proyek ditanggung oleh APBN. Sementara China menyetujui skema konsorsium, dengan 40 persen pembiayaan berasal dari China Development Bank,” ujar Prayudi seperti dikutip dari KompasTV.
Menurut Prayudi, alasan kedua terkait pembebasan lahan, yang selama ini jadi momok utama bagi proyek infrastruktur di Indonesia. Japan International Cooperation Agency (JICA) disebut menolak membiayai proses pembebasan lahan, sementara CDB bersedia menanggung biayanya.
“Masalah lahan ini paling rumit di Indonesia. Jepang tidak mau menanggungnya, sedangkan China siap membantu pembiayaannya,” ujarnya.
Adapun alasan ketiga menyangkut mekanisme tanggung jawab jika proyek mengalami hambatan. Jepang, kata dia, meminta jaminan penuh dari APBN jika proyek macet di tengah jalan. Sebaliknya, China tak mewajibkan hal tersebut karena seluruh risiko ditanggung oleh konsorsium.
“Saya pikir ini cukup logis dan rasional apa yang dilakukan dan diputuskan Pak Jokowi,” tutur Prayudi.
Informasi itu juga diperkuat dari tayangan YouTube PSI dan laporan KompasTV yang menyebut ketiga alasan itu menjadi dasar utama pemerintah Indonesia condong ke Beijing pada 2015 lalu.
Penyelidikan KPK dan dugaan mark-up
Proyek yang digarap sejak 2016 itu kini tengah diperiksa KPK. Lembaga antirasuah tersebut sedang mendalami dugaan adanya mark-up atau penggelembungan biaya dalam proyek transportasi cepat pertama di Asia Tenggara itu.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebut penyelidikan masih berlangsung dan sudah masuk tahap pemanggilan sejumlah saksi. “Kami telah meminta keterangan dari beberapa pihak yang diduga mengetahui konstruksi perkara. Proses penyelidikan masih berjalan,” ujarnya saat dikonfirmasi, Kamis (30/10/2025).
Meski belum ada tersangka yang diumumkan, penyidik disebut tengah menelusuri indikasi pembengkakan biaya dari nilai awal proyek sekitar Rp86 triliun menjadi Rp120 triliun. Salah satu yang disorot ialah perbandingan biaya pembangunan per kilometer yang jauh lebih mahal dibanding proyek sejenis di negara lain.
Mantan Menko Polhukam Mahfud MD sebelumnya sempat menyoroti hal tersebut. Dalam pernyataannya, Mahfud menyebut biaya pembangunan Kereta Cepat Whoosh mencapai 52 juta dolar AS per kilometer, tiga kali lipat dari rata-rata biaya pembangunan kereta cepat di China yang hanya 17 hingga 18 juta dolar AS per kilometer.
Pembelaan Jokowi
Di tengah kritik dan penyelidikan yang bergulir, Jokowi menegaskan bahwa proyek Kereta Cepat Whoosh bukan semata proyek ekonomi, melainkan investasi sosial.
Menurutnya, pembangunan moda transportasi massal ini bertujuan menekan kemacetan di kawasan megapolitan Jabodetabek dan Bandung yang selama ini menimbulkan kerugian ekonomi besar.
“Prinsip dasar transportasi massal adalah layanan publik. Bukan mencari laba, tapi keuntungan sosial,” kata Jokowi di kediamannya di Surakarta, pada Minggu (27/10/2025), seperti dilaporkan Tempo.co.
Jokowi menyebut, kemacetan parah di wilayah Jabodetabek dan Bandung menimbulkan kerugian hingga lebih dari Rp100 triliun setiap tahun akibat pemborosan bahan bakar dan waktu kerja. Karena itu, menurut dia, kehadiran kereta cepat merupakan bagian dari solusi jangka panjang untuk memperbaiki efisiensi ekonomi nasional.
Respons publik dan DPR
Di sisi lain, sejumlah anggota DPR menyoroti tanggung jawab keuangan negara atas proyek yang disebut “investasi sosial” itu. Beberapa legislator mempertanyakan siapa yang akan menanggung potensi kerugian apabila proyek tersebut terus merugi secara komersial.
“Kalau ini investasi sosial, siapa yang bertanggung jawab atas kerugiannya? Harus ada kejelasan posisi keuangan negara di dalamnya,” ujar salah satu anggota DPR seperti dikutip dari Kompas.com edisi 30 Oktober 2025.
Sementara itu, Kementerian BUMN belum memberikan keterangan resmi soal penyelidikan yang dilakukan KPK. Namun, sejumlah pejabat di lingkungan kementerian menyebut audit internal terhadap proyek Kereta Cepat Whoosh masih dilakukan untuk memastikan tidak ada penyimpangan di lapangan.
Proyek strategis yang jadi sorotan
Kereta Cepat Jakarta–Bandung merupakan proyek unggulan era Jokowi yang mulai dibangun pada 2016 dan diresmikan pada Oktober 2023. Proyek sepanjang 142,3 kilometer ini digarap oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), sebuah konsorsium antara BUMN Indonesia dan China Railway International Co. Ltd.
Proyek ini sempat disebut sebagai simbol kemitraan ekonomi Indonesia–Tiongkok dan bagian dari program Belt and Road Initiative (BRI). Namun, seiring lonjakan biaya, keterlambatan penyelesaian, dan kini penyelidikan KPK, proyek tersebut kembali menjadi perdebatan publik soal efektivitas dan transparansi pengelolaannya.
KPK memastikan penyelidikan kasus ini akan terus berlanjut hingga seluruh fakta hukum terungkap. Lembaga tersebut juga menegaskan akan mengumumkan perkembangan perkara setelah seluruh proses pengumpulan bukti awal rampung.

0Komentar