![]() |
| Garuda Indonesia mencatat rugi bersih Rp 3 triliun pada kuartal III 2025 atau setara US$ 182,54 juta. (ANTARA FOTO/Ampelsa/wsj) |
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk kembali mencatatkan kerugian hingga kuartal III 2025. Maskapai pelat merah ini melaporkan rugi bersih sebesar US$182,54 juta atau sekitar Rp3,04 triliun (kurs Rp16.640 per dolar AS), naik 39,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Laporan keuangan tersebut dipublikasikan Garuda melalui Bursa Efek Indonesia (BEI) pada akhir Oktober 2025.
Dalam laporan yang sama, Garuda mencatat rugi sebelum pajak sebesar US$211,7 juta, meningkat dari US$148,06 juta pada kuartal III 2024. Setelah memperhitungkan manfaat pajak penghasilan, rugi bersih periode berjalan menjadi US$180,7 juta.
Kinerja negatif ini terjadi di tengah upaya Garuda melakukan efisiensi dan konsolidasi keuangan pasca restrukturisasi utang besar-besaran beberapa tahun lalu. Total pendapatan usaha turun menjadi US$2,39 miliar dari US$2,56 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Segmen penerbangan berjadwal masih menjadi tulang punggung dengan pendapatan US$1,84 miliar, namun mengalami penurunan tahunan. Sementara itu, penerbangan tidak berjadwal (charter) naik menjadi US$299,5 juta, dan pendapatan lainnya turun menjadi US$245,8 juta.
Dari sisi pengeluaran, beban usaha Garuda turun menjadi US$2,29 miliar dari US$2,38 miliar pada tahun sebelumnya. Meski demikian, tekanan tetap datang dari sisi keuangan. Beban keuangan membengkak menjadi US$372,8 juta, yang menjadi salah satu faktor utama penekan laba.
Sebagai pembanding, pendapatan keuangan naik menjadi US$18,1 juta, sementara selisih kurs bersih yang sebelumnya rugi US$7,5 juta kini berbalik menjadi untung sebesar US$14,7 juta. Dalam keterangannya kepada publik, manajemen Garuda menjelaskan bahwa tren pemulihan operasional masih berlangsung secara bertahap.
“Perseroan terus melakukan optimalisasi terhadap utilisasi armada dan efisiensi operasional di tengah tantangan biaya avtur dan tekanan nilai tukar,” tulis manajemen dalam laporan keuangan yang dirilis di laman resmi BEI.
Garuda juga mencatat adanya kenaikan total aset menjadi US$6,75 miliar per September 2025, dari US$6,61 miliar pada akhir Desember 2024. Peningkatan ini menunjukkan konsolidasi neraca, meski belum diikuti dengan perbaikan profitabilitas.
Data tambahan menunjukkan bahwa beban keuangan Garuda setara sekitar 15,6% dari total pendapatan (US$372,8 juta dari US$2,39 miliar). Angka tersebut menggambarkan masih tingginya tekanan dari sisi kewajiban bunga dan pembayaran utang restrukturisasi.
Dalam laporan semester pertama 2025, Garuda juga mencatat pembelian bahan bakar dari PT Pertamina Patra Niaga sebesar US$422,16 juta, atau sekitar 27% dari total pendapatan usaha.
Angka tersebut menjadikan bahan bakar sebagai salah satu pos beban paling dominan dalam struktur biaya. Selain itu, perusahaan mencatat amortisasi restrukturisasi utang sebesar US$5,34 juta, turun dari US$ 10,85 juta pada tahun 2024.
Manajemen menambahkan bahwa pihaknya akan terus memperkuat langkah efisiensi dan menjaga stabilitas operasional di tengah kondisi industri penerbangan yang masih fluktuatif.
“Kami tetap fokus pada optimalisasi pendapatan dan strategi pengelolaan beban agar perusahaan tetap berdaya saing,” tulis Garuda dalam keterangan tertulisnya.

0Komentar