![]() |
| Inflasi harga pangan melonjak 6,44 persen pada September 2025, dipicu oleh peningkatan permintaan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG). (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/nz) |
Harga pangan di berbagai daerah terus merangkak naik hingga September 2025. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi kelompok harga pangan bergejolak (volatile foods) mencapai 6,44 persen secara tahunan (year on year/yoy), jauh di atas target inflasi umum yang ditetapkan pemerintah sebesar 2,5 persen plus minus 1 persen.
Menurut laporan BPS, kenaikan harga terutama dipicu oleh lonjakan permintaan komoditas seperti telur dan daging ayam seiring percepatan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang kini tengah dikejar realisasinya oleh pemerintah. Program tersebut ditujukan untuk sekitar 82,9 juta penerima manfaat di seluruh Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengatakan, pemerintah membutuhkan waktu untuk menstabilkan harga karena peningkatan permintaan terhadap bahan pangan tidak dapat segera diimbangi oleh pasokan.
“Ayam ini tidak bisa kita paksakan menurun hari ini. Jadi, memang perlu waktu. Karena memberi makan banyak sekali penerima manfaat. Sehingga (harga) telur naik sedikit, ayam naik sedikit. Tentu dampaknya artinya program ini berhasil,” ujar Zulhas dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (30/9/2025).
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), kelompok volatile foods menjadi penyumbang utama inflasi September 2025, sementara inflasi umum (Indeks Harga Konsumen/IHK) tercatat sebesar 2,65 persen (yoy), masih berada dalam kisaran target pemerintah.
BI menyebut kenaikan harga daging ayam ras disebabkan pasokan yang terbatas akibat berakhirnya masa panen serta meningkatnya biaya input produksi.
Zulkifli menilai, lonjakan harga pangan bukan hanya dampak kebijakan sosial, tetapi juga sinyal positif bagi perputaran ekonomi di sektor pangan lokal.
Ia menyebut program MBG dapat menggerakkan nilai ekonomi hingga sekitar Rp 86 triliun per tahun, berasal dari kebutuhan bahan baku seperti telur, ayam, ikan, dan beras untuk memenuhi konsumsi harian penerima manfaat.
“Bayangkan kalau 82,9 juta penerima manfaat, kita perlu telur satu hari satu, maka kita perlu telur 82,9 juta. Belum sayur, belum buah, belum beras,” kata Zulhas.
Pemerintah telah menyiapkan langkah lanjutan dengan menyelesaikan draf Peraturan Presiden (Perpres) Tata Kelola Penyelenggaraan Program MBG untuk memperkuat struktur pelaksanaan, pengawasan, dan koordinasi antarinstansi. Kebijakan ini diharapkan dapat menjaga kesinambungan pasokan sekaligus menahan tekanan harga di pasar.
BPS mencatat, selain faktor MBG, inflasi pangan juga dipengaruhi kondisi musiman seperti berakhirnya masa panen beberapa komoditas hortikultura, seoerti cabai dan bawang serta kenaikan biaya produksi akibat cuaca dan distribusi.
Meski demikian, pemerintah memastikan inflasi umum tetap terkendali di tengah peningkatan harga pangan. “Secara keseluruhan, inflasi masih sesuai sasaran, meski tekanan dari kelompok pangan meningkat,” tulis BI dalam laporannya.
Dengan dorongan konsumsi dari MBG yang terus meningkat, pemerintah kini fokus menyeimbangkan antara percepatan distribusi gizi dan kestabilan harga pangan di tingkat nasional.

0Komentar