Iran bersama Rusia dan Tiongkok resmi menghentikan pengawasan PBB atas program nuklirnya setelah Resolusi 2231 berakhir. (iranintl.com)

Iran bersama Rusia dan Tiongkok secara resmi mengumumkan berakhirnya mandat pengawasan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap program nuklir Iran, menyusul habisnya masa berlaku Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231 pada 18 Oktober 2025. Langkah ini menandai babak baru dalam dinamika nuklir Iran dan hubungan diplomatik global.

Dalam surat bersama yang dikirim pada 24 Oktober kepada Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossi, ketiga negara menegaskan bahwa kewenangan IAEA untuk melaporkan kegiatan nuklir Iran berdasarkan Resolusi 2231 telah berakhir secara resmi. 

“Dengan berakhirnya Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231 pada 18 Oktober 2025, mandat Badan untuk melaporkan kegiatan nuklir Iran berdasarkan resolusi tersebut telah berakhir secara resmi,” tulis pernyataan itu, dikutip dari Tehran Times.

Wakil Menteri Luar Negeri Iran untuk Urusan Hukum dan Internasional, Kazem Gharibabadi, menyampaikan bahwa komunikasi serupa juga telah dikirim kepada Sekretaris Jenderal PBB dan Presiden Dewan Keamanan. 

Ia menyebut langkah ini sebagai “penegasan hukum atas berakhirnya masa berlaku JCPOA sesuai dengan tenggat sepuluh tahun yang ditetapkan.” Resolusi 2231 sendiri merupakan hasil dari Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) tahun 2015 yang disepakati Iran dan enam kekuatan dunia.

Di tengah tensi yang meningkat, Mesir kini mengambil peran penting sebagai mediator dalam diplomasi nuklir Iran. Pada 30 Oktober, Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty menggelar percakapan telepon terpisah dengan Menlu Iran Abbas Araghchi dan Direktur Jenderal IAEA Rafael Grossi, membahas langkah-langkah untuk memulihkan kerja sama penuh antara Teheran dan IAEA.

Menurut laporan Mehr News dan Al Mayadeen, Abdelatty menekankan pentingnya menjaga momentum kesepakatan yang dicapai di Kairo pada 9 September, yang sebelumnya memfasilitasi kembalinya inspektur IAEA ke sejumlah fasilitas nuklir Iran pasca-serangan militer Israel dan Amerika Serikat pada Juni 2025. 

“Mesir berkomitmen untuk mendorong penyelesaian damai dan mengurangi eskalasi di kawasan,” ujar Abdelatty dalam pernyataannya.

Upaya diplomasi ini dilakukan atas arahan Presiden Abdel Fattah al-Sisi, yang menugaskan Kementerian Luar Negeri untuk memainkan peran aktif dalam meredam ketegangan regional terkait program nuklir Iran. 

Pemerintah Kairo disebut berupaya menyeimbangkan komunikasi antara Teheran dan lembaga internasional, di tengah kekhawatiran global akan potensi kebangkitan perlombaan senjata nuklir di Timur Tengah.

Berakhirnya mandat pengawasan PBB terhadap Iran menimbulkan kekhawatiran di kalangan pengamat internasional mengenai arah program nuklir Teheran ke depan. Langkah ini juga dinilai dapat memperumit hubungan Iran dengan IAEA, yang sejak Juni 2025 sempat menangguhkan sebagian inspeksi menyusul kerusakan fasilitas akibat serangan udara.

Sementara itu, Grossi dalam pernyataan terpisah menegaskan bahwa IAEA “tetap siap untuk melanjutkan kerja sama teknis dan verifikasi dengan Iran bila diminta,” sebagaimana dilaporkan oleh Reuters pada 30 Oktober.

Langkah koordinatif Mesir pun dinilai sebagai satu-satunya jalur diplomatik yang masih terbuka saat ini. Kairo disebut tengah menjembatani pembicaraan lanjutan untuk memastikan akses IAEA ke fasilitas nuklir Iran dapat kembali berjalan normal, meski di luar kerangka Resolusi 2231 yang kini resmi berakhir.