Jajak pendapat Channel 12 mengungkap dua pertiga warga Israel meyakini Amerika Serikat kini mengendalikan operasi militer di Jalur Gaza. Netanyahu dan JD Vance membantah anggapan Israel menjadi negara bawahan AS. (Yonatan Sindel/Flash90)

Sebuah jajak pendapat terbaru yang dirilis Channel 12 pada Jumat (31/10) mengungkap temuan mencolok, yakni, dua pertiga warga Israel percaya Amerika Serikat kini menjadi pihak yang memegang kendali atas operasi militer di Jalur Gaza.

Survei yang dilakukan bersama Midgam Institute itu mencatat 67 persen responden menilai Washington adalah pembuat keputusan utama dalam kebijakan dan aksi militer Israel di Gaza. Sementara hanya 24 persen yang mengatakan Israel masih membuat keputusan sendiri, dan 9 persen lainnya mengaku tidak tahu.

Lebih jauh, 69 persen responden menyatakan Israel secara efektif telah menjadi “negara bawahan” Amerika Serikat termasuk 23 persen yang “sangat setuju” dengan pernyataan tersebut. Hanya seperempat responden yang menolak anggapan itu.

Temuan ini muncul di tengah meningkatnya sorotan terhadap hubungan kedua negara setelah kunjungan Wakil Presiden AS JD Vance ke Israel pada 22–23 Oktober 2025. Saat berdiri berdampingan dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di Yerusalem, keduanya dengan tegas menolak anggapan bahwa Israel tunduk pada Washington.

“Satu minggu mereka bilang Israel mengendalikan Amerika Serikat. Minggu berikutnya, mereka bilang Amerika Serikat mengendalikan Israel. Ini omong kosong,” ujar Netanyahu dalam konferensi pers bersama Vance, seperti dikutip dari NBC News.

Vance menimpali, “Kami tidak menginginkan negara vasal, dan bukan itu Israel. Kami tidak ingin negara klien. Kami menginginkan kemitraan.”

Namun, hanya beberapa hari kemudian, Vance tampak memberi nada berbeda. Dalam sesi tanya jawab di University of Mississippi, ia mengatakan bahwa mantan Presiden Donald Trump berhasil mencapai kesepakatan damai karena bersedia memberi tekanan kepada Israel. Pernyataan itu menyoroti dinamika kekuasaan yang lebih rumit di balik gencatan senjata Gaza yang mulai berlaku pada 10 Oktober.

Selain soal hubungan dengan Washington, jajak pendapat Channel 12 juga memotret ketegangan politik di dalam negeri Israel. Mayoritas tipis, yakni 51 persen responden, mendukung pencabutan hak pilih bagi warga yang tidak menjalani wajib militer atau layanan nasional. Dukungan terhadap wacana itu bahkan melonjak hingga 68 persen di kalangan pemilih oposisi.

Kekhawatiran soal stabilitas politik juga terlihat jelas. Sebanyak 67 persen warga Israel mengaku khawatir akan terjadi pembunuhan politik lagi, tepat tiga dekade setelah pembunuhan Perdana Menteri Yitzhak Rabin pada 1995.

Isu nepotisme pun turut mencuat. Sekitar 75 persen responden menilai rencana penunjukan Yair Netanyahu, putra sang perdana menteri, ke posisi senior di Organisasi Zionis Dunia sebagai langkah yang “tidak pantas.”

Survei ini dilakukan oleh Channel 12 bersama Midgam Institute dan dikutip oleh sejumlah media termasuk The Times of Israel dan Al-Manar. Hasilnya menggambarkan suasana publik yang kian terbelah, baik soal arah kebijakan luar negeri maupun masa depan politik domestik Israel di tengah tekanan yang terus meningkat dari sekutu terdekatnya, Amerika Serikat.