Presiden AS Donald Trump memberi tenggat hingga Minggu sore bagi Hamas untuk menerima rencana perdamaian Gaza. Jika menolak, Trump memperingatkan akan ada konsekuensi “belum pernah terjadi sebelumnya”. (Bloomberg)

Presiden Amerika Serikat Donald Trump meningkatkan tekanan diplomatik terhadap Hamas dengan menetapkan batas waktu tegas hingga Minggu (5/10) pukul 18.00 waktu Washington D.C. bagi kelompok tersebut untuk menerima rencana perdamaian komprehensif yang ia ajukan bagi Gaza. Jika tidak, Trump memperingatkan akan ada konsekuensi yang “belum pernah terjadi sebelumnya”.

“Sebuah kesepakatan harus dicapai dengan Hamas paling lambat Minggu malam pukul ENAM (6) sore, waktu Washington, D.C.,” tulis Trump di platform Truth Social, Jumat (3/10). 

“Setiap negara telah menyetujui! Jika kesepakatan kesempatan terakhir ini tidak tercapai, seluruh NERAKA, seperti yang belum pernah dilihat sebelumnya, akan terjadi terhadap Hamas,” tambahnya, sebagaimana diberitakan BBC.

Ultimatum itu datang ketika Hamas masih mempelajari proposal 20 poin yang diluncurkan Trump awal pekan ini. Kelompok tersebut menilai pendekatan yang ditawarkan terlalu bersifat “ambil atau tinggalkan”. 

“Rencana ini memiliki poin-poin yang menjadi perhatian, dan kami akan segera mengumumkan posisi kami terhadapnya,” kata Mohammed Nazzal, anggota biro politik Hamas, Jumat (3/10), seperti dikutip dari New York Times.

Proposal yang diumumkan pada Senin lalu itu disusun Trump bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang mendukung penuh langkah tersebut meski mendapat tekanan dari faksi garis keras dalam pemerintahannya. 

Rencana itu telah mendapat dukungan diplomatik luas dari negara-negara Arab dan Muslim, termasuk Qatar, Yordania, Uni Emirat Arab, Indonesia, Pakistan, Turki, Arab Saudi, dan Mesir. 

Para menteri luar negeri negara-negara tersebut menyebut Trump memiliki “kemampuan untuk menemukan jalan menuju perdamaian”, menurut laporan CNN.


Perubahan di Menit Terakhir

Meski dukungan internasional menguat, dinamika negosiasi mengalami hambatan setelah Netanyahu berhasil melakukan perubahan signifikan pada dokumen asli. 

Menteri Luar Negeri Pakistan Ishaq Dar menyebut versi final dokumen tersebut sangat berbeda dari rancangan awal yang diperlihatkan ke negara-negara Muslim. 

“Ini bukan dokumen kami,” tegasnya. Perubahan tersebut termasuk penundaan penarikan pasukan Israel dan syarat perlucutan senjata Hamas yang lebih ketat, menurut laporan Reuters.

Negara-negara seperti Qatar, Mesir, dan Turki kini gencar melakukan mediasi dengan pimpinan Hamas di Doha. Para negosiator Arab, sebagaimana dilaporkan Times of Israel, telah memperingatkan Hamas bahwa “mereka tidak akan mendapatkan kesepakatan yang lebih baik”. 

Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty mengatakan, “Jika Hamas menolak, maka akan sangat sulit.”


Perpecahan Internal dan Isi Rencana

Sumber yang mengetahui proses negosiasi menyebutkan kepemimpinan Hamas terbelah dalam menyikapi proposal tersebut. Satu faksi mendorong agar kesepakatan diterima tanpa syarat demi gencatan senjata dan jaminan keamanan dari Trump. 

Sementara faksi lain menilai sejumlah klausul perlu direvisi dan lebih memilih persetujuan bersyarat.

Dalam rencana yang diajukan, Hamas diminta membebaskan seluruh 48 sandera yang tersisa  20 di antaranya diyakini masih hidup  dalam waktu 72 jam, melucuti seluruh persenjataan, dan menyerahkan kendali Gaza kepada badan transisi internasional yang dipimpin langsung oleh Trump. 

Sebagai imbalannya, Israel akan membebaskan 250 tahanan Palestina yang dihukum seumur hidup serta 1.700 lainnya yang ditahan selama konflik, disertai dengan penarikan pasukan secara bertahap dari Gaza.

Hamas disebut-sebut meminta jaminan internasional atas penarikan penuh pasukan Israel, jaminan terhadap pembunuhan terarah di masa depan, dan perubahan pada klausul pelucutan senjata. Keputusan akhir kelompok itu akan menentukan nasib warga sipil Gaza serta para sandera Israel yang telah ditahan hampir dua tahun terakhir.