Tokocrypto dan Aspakrindo-ABI menyatakan dukungan penuh terhadap revisi UU P2SK yang tengah dibahas DPR. Mereka mendorong agar aset kripto tidak hanya berfungsi sebagai instrumen investasi, tetapi juga dapat diakui sebagai alat pembayaran resmi di Indonesia. (Apluswire/Hra)

Tokocrypto bersama Asosiasi Blockchain dan Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo-ABI) menyatakan dukungan penuh terhadap revisi Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang tengah dibahas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 

Mereka mendorong agar perubahan regulasi tersebut membuka peluang aset kripto tidak hanya berfungsi sebagai instrumen investasi, tetapi juga sebagai alat pembayaran resmi di Indonesia.

Dukungan itu disampaikan dalam rapat Panitia Kerja (Panja) revisi UU P2SK antara Aspakrindo-ABI dan Komisi XI DPR pada 24 September 2025. 

Dalam pertemuan tersebut, asosiasi industri kripto mengajukan sejumlah usulan yang dinilai penting untuk mendorong perkembangan ekosistem aset digital di dalam negeri.

“Regulasi yang jelas dan harmonis bukan hanya memberi kepastian bagi pelaku industri, tetapi juga mampu membuka jalan bagi adopsi kripto yang lebih luas di masyarakat,” ujar CEO Tokocrypto, Calvin Kizana, dalam keterangan resmi yang diterima Kontan, Jumat (3/10/2025).

Aspakrindo-ABI menilai langkah ini penting karena saat ini terdapat tumpang tindih kewenangan antara lembaga keuangan. Bank Indonesia mengatur sektor pembayaran, sementara pengawasan terhadap exchange kripto berada di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Wakil Ketua Umum Aspakrindo-ABI, Yudhono Rawis, menilai sinergi dua lembaga tersebut perlu segera diwujudkan agar inovasi aset digital tidak terhambat. 

Ia mencontohkan Amerika Serikat yang telah mengesahkan Genuine Stablecoin Act, sehingga stablecoin dapat digunakan secara luas untuk transaksi harian.

“Jika kita tidak segera melakukan harmonisasi regulasi, Indonesia akan tertinggal dari negara-negara lain yang lebih cepat memanfaatkan potensi kripto untuk mendukung ekonomi digital,” kata Yudhono dalam pernyataan yang dikutip dari detikFinance.

Data yang dipaparkan Aspakrindo-ABI menunjukkan besarnya peluang yang belum dimaksimalkan oleh industri kripto domestik. Potensi transaksi kripto masyarakat Indonesia diperkirakan mencapai US$157 miliar. 

Namun, sekitar US$115 miliar atau setara Rp2.000 triliun di antaranya tidak tercatat di platform exchange dalam negeri, menunjukkan besarnya aktivitas yang masih terjadi di luar pengawasan regulator nasional.

Calvin menyebut kondisi tersebut sebagai sinyal kuat bahwa regulasi yang lebih terbuka terhadap aset kripto akan membawa dampak signifikan bagi ekonomi digital. 

“Jika diarahkan dengan tepat, kripto bisa menjadi katalis bagi percepatan digitalisasi keuangan nasional, sekaligus menguatkan daya saing industri teknologi finansial di tingkat global,” ujarnya.

Sebagai langkah jangka pendek untuk mempercepat pertumbuhan industri, Calvin mengusulkan beberapa kebijakan yang dapat dipertimbangkan pemerintah. 

Di antaranya adalah pemberian insentif pajak yang lebih ringan, percepatan proses listing token baru, serta dukungan terhadap produk-produk inovatif seperti staking dan futures.

Data Direktorat Jenderal Pajak mencatat, penerimaan pajak dari transaksi aset kripto hingga Agustus 2025 telah mencapai Rp1,61 triliun, atau hampir 4 persen dari total penerimaan pajak sektor ekonomi digital. 

Angka ini menunjukkan kontribusi signifikan dari industri aset digital meski masih beroperasi dalam kerangka regulasi yang terbatas.

Dengan dukungan industri dan dorongan dari asosiasi, pembahasan revisi UU P2SK di DPR dipandang sebagai momentum penting untuk menentukan arah masa depan aset kripto di Indonesia, baik sebagai investasi maupun sebagai instrumen pembayaran yang sah.