Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa kebijakan pajak untuk sektor e-commerce tidak akan diberlakukan dalam waktu dekat. Ia menyatakan, aturan tersebut baru akan diterapkan jika pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai minimal 6 persen.
Pernyataan itu disampaikan Purbaya saat menghadiri acara di Jakarta Convention Centre pada Kamis (9/10/2025), menanggapi kabar yang sebelumnya disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto. Bimo sempat menyebut bahwa pajak e-commerce akan mulai diberlakukan pada Februari 2026.
“Kan saya menterinya. Kan saya bilang akan kita jalankan kalau ekonominya sudah recover. Mungkin kita sudah akan recover, tapi belum recover sepenuhnya. Kalau ekonominya 6 persen atau lebih, baru saya pertimbangkan,” ujar Purbaya di hadapan awak media.
Pernyataan ini langsung menimbulkan klarifikasi karena sebelumnya Bimo menyebut bahwa Kementerian Keuangan tengah menyiapkan infrastruktur pajak digital yang siap diterapkan pada awal 2026. Namun, Purbaya menegaskan bahwa keputusan final ada di tangannya sebagai menteri.
“Keputusan soal pajak itu tentu tidak diambil sepihak. Kami melihat kondisi ekonomi secara menyeluruh dulu,” katanya.
Pertumbuhan Belum Kuat
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 tercatat sebesar 5,12 persen year-on-year (yoy).
Angka ini menunjukkan perbaikan setelah melemah pada tahun sebelumnya, namun masih jauh dari target 6 persen yang ditetapkan pemerintah.
Bank Dunia dalam laporannya terbaru juga menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,8 persen untuk tahun 2025, sementara sejumlah ekonom memprediksi angka tahunan kemungkinan tidak akan menembus 5 persen.
Purbaya menilai, kondisi tersebut menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi nasional belum sepenuhnya solid. Pemerintah, kata dia, masih fokus menjaga daya beli masyarakat dan memperkuat pondasi pertumbuhan sebelum menambah beban fiskal melalui kebijakan pajak baru.
Dorongan Likuiditas ke Perbankan
Sebagai bagian dari upaya mempercepat pemulihan ekonomi, Purbaya menyebut pemerintah telah menempatkan dana sebesar Rp200 triliun di sistem perbankan nasional. Dana ini diharapkan bisa memperluas penyaluran kredit dan mendorong aktivitas ekonomi di sektor riil.
“Paling tidak sampai kebijakan penempatan uang pemerintah Rp200 triliun di bank, kebijakan untuk mendorong perekonomian, mulai kelihatan dampaknya. Baru kita akan pikirkan nanti (soal pajak e-commerce),” kata Purbaya dalam keterangan sebelumnya, 26 September 2025.
Menurutnya, fokus pemerintah saat ini adalah memastikan stimulus yang sudah digelontorkan benar-benar berdampak pada peningkatan konsumsi rumah tangga dan kegiatan usaha.
Respon Dunia Usaha
Sementara itu, kalangan pelaku industri digital menyambut baik keputusan penundaan tersebut. Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), Rachmat Kaimuddin, menilai langkah pemerintah sudah tepat agar pelaku usaha daring memiliki ruang untuk tumbuh lebih kuat di tengah situasi ekonomi yang belum stabil.
“Penundaan ini memberikan waktu bagi pelaku e-commerce untuk menyesuaikan diri, terutama UMKM yang baru masuk ke ranah digital. Stabilitas ekonomi penting sebelum kebijakan baru diberlakukan,” ujar Rachmat melalui keterangan tertulis.
Sektor e-commerce selama ini menjadi salah satu penopang ekonomi digital Indonesia, dengan nilai transaksi mencapai lebih dari Rp500 triliun pada 2024 menurut data Bank Indonesia.
Namun, kontribusi pajaknya dinilai masih minim akibat belum adanya mekanisme pemungutan yang terintegrasi.
Pemerintah berencana menyiapkan sistem pajak digital yang lebih adaptif terhadap model bisnis daring, termasuk penyedia platform dan penjual individu, namun pelaksanaannya kini menunggu sinyal pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat.

0Komentar