Gencatan senjata yang telah lama dinantikan antara Israel dan Hamas resmi berlaku di Jalur Gaza pada Jumat (10/10) tengah hari waktu setempat. Langkah ini membuka peluang bagi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk meluncurkan operasi bantuan kemanusiaan berskala besar, setelah berbulan-bulan pertempuran yang membuat wilayah tersebut lumpuh dan jutaan warga mengungsi.
Militer Israel mengonfirmasi dimulainya gencatan senjata sesuai jadwal. Pasukan Israel disebut telah memposisikan ulang ke garis penyebaran baru, mengikuti fase pertama dari rencana perdamaian 20 poin yang diusulkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Dalam beberapa jam setelah perjanjian berlaku, ribuan warga Palestina mulai bergerak ke utara Gaza melalui jalan pesisir untuk pertama kalinya sejak evakuasi besar-besaran di awal konflik.
Organisasi kemanusiaan internasional bergerak cepat untuk memanfaatkan momen gencatan senjata. Pejabat PBB mengumumkan bahwa mereka memiliki sekitar 170.000 metrik ton makanan, obat-obatan, dan pasokan penting yang siap dikirim ke wilayah Gaza.
Komisaris Jenderal Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), Philippe Lazzarini, menyebut lembaganya telah menyiapkan stok makanan yang cukup untuk seluruh populasi Gaza selama tiga bulan.
“Kami memiliki cukup untuk menyediakan makanan bagi seluruh penduduk selama tiga bulan ke depan,” ujar Lazzarini, menegaskan komitmen lembaganya dalam melaksanakan bagian kemanusiaan dari kesepakatan gencatan senjata.
Menurut UNRWA, lebih dari 660.000 anak di Gaza menunggu untuk kembali ke sekolah. Para guru di bawah lembaga tersebut juga telah bersiap melanjutkan kegiatan belajar-mengajar setelah berbulan-bulan terhenti akibat pertempuran.
Sementara itu, Kepala Kemanusiaan PBB Tom Fletcher menjelaskan rencana peningkatan pengiriman bantuan hingga ratusan truk per hari, dengan target menjangkau 2,1 juta warga Gaza yang membutuhkan bantuan makanan dan sekitar 500.000 orang yang memerlukan dukungan nutrisi.
Operasi ini disebut bertujuan membalikkan kondisi kelaparan yang sudah dikonfirmasi terjadi di beberapa wilayah Gaza, termasuk Kota Gaza bagian utara.
Pembukaan Perlintasan dan Arus Bantuan
Kesepakatan gencatan senjata juga mencakup pembukaan kembali lima perlintasan perbatasan, termasuk Rafah—jalur penting antara Gaza dan Mesir. Perlintasan tersebut dijadwalkan beroperasi kembali mulai 14 Oktober di bawah pengawasan Uni Eropa.
Menteri Pertahanan Italia Guido Crosetto menyatakan sekitar 600 truk bantuan kemanusiaan akan masuk ke Gaza setiap hari melalui berbagai titik perlintasan.
“Ini peningkatan besar dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Kami berharap aliran bantuan kali ini dapat berlangsung konsisten,” kata Crosetto dalam konferensi pers di Roma.
Selama gencatan senjata sebelumnya pada Januari–Maret 2025, jumlah serupa truk juga sempat masuk setiap hari. Namun, pembatasan yang diberlakukan kemudian membuat pengiriman bantuan menurun drastis.
Organisasi bantuan internasional kini menaruh harapan bahwa kesepakatan baru ini akan membuka akses kemanusiaan secara berkelanjutan bagi 2,1 juta penduduk Gaza, banyak di antaranya telah mengungsi lebih dari sekali selama dua tahun konflik.
Pertukaran Tahanan dan Sandera
Gencatan senjata juga menandai dimulainya pertukaran tahanan dan sandera antara kedua pihak. Berdasarkan perjanjian, Hamas diwajibkan membebaskan 20 sandera Israel yang masih hidup dalam waktu 72 jam setelah pasukan Israel ditarik mundur.
Sebagai imbalan, Israel akan melepaskan sekitar 250 tahanan Palestina yang dihukum seumur hidup dan 1.700 tahanan asal Gaza.
Langkah ini dipantau langsung oleh tim pengawas internasional dari PBB dan Komite Palang Merah Internasional (ICRC) untuk memastikan proses pertukaran berjalan aman.
Meski gencatan senjata membawa secercah harapan, kondisi di lapangan masih jauh dari normal. Ribuan warga yang kembali ke utara Gaza menemukan rumah mereka hancur dan infrastruktur rusak parah.
PBB menyebut pemulihan penuh akan membutuhkan waktu bertahun-tahun, bergantung pada stabilitas keamanan dan konsistensi akses bantuan internasional.
Seorang warga Gaza, Mahmoud Al-Khalil (42), yang berjalan kaki dari Khan Younis ke Kota Gaza, mengatakan ia hanya ingin “melihat apakah rumahnya masih berdiri.”
“Kami tidak tahu harus mulai dari mana. Tapi setidaknya, hari ini tidak ada bom,” ujarnya singkat.
Untuk sementara, PBB dan mitra kemanusiaannya berharap gencatan senjata ini menjadi titik awal menuju penghentian kekerasan jangka panjang dan perbaikan kondisi kemanusiaan bagi jutaan warga Palestina yang terdampak perang.

0Komentar