Pangsa dolar Amerika Serikat dalam cadangan devisa global turun ke 56,32% pada kuartal II-2025, level terendah sejak 1995. IMF mencatat tren diversifikasi cadangan mata uang semakin kuat di tengah dinamika geopolitik. 

Porsi dolar Amerika Serikat (AS) dalam cadangan devisa global kembali turun pada kuartal II-2025, menyentuh titik terendah dalam tiga dekade terakhir. Data Currency Composition of Official Foreign Exchange Reserves (COFER) yang dirilis IMF awal Oktober mencatat pangsa dolar kini hanya 56,32%, turun dari 57,59% pada kuartal sebelumnya. 

Penurunan sekitar 1,5 poin persentase ini merupakan yang paling tajam sejak 1995, ketika pangsa dolar tercatat 58,96%.

Laporan IMF tersebut menghimpun data dari 149 bank sentral yang mewakili sekitar 93% cadangan devisa global. Tren penurunan dolar sekaligus mencerminkan upaya banyak negara untuk melakukan diversifikasi, baik karena faktor nilai tukar maupun kekhawatiran penggunaan dolar sebagai instrumen tekanan politik.


Pergeseran Komposisi Cadangan Devisa

Cadangan devisa dunia kini lebih beragam. Euro tetap menjadi mata uang terbesar kedua dengan pangsa 21,13%, disusul yen Jepang 5,57%, mata uang lain 5,17%, poundsterling 4,83%, dolar Kanada 2,61%, yuan China 2,12%, dolar Australia 2,09%, dan franc Swiss 0,16%.

Sejak awal 2000-an, dominasi dolar perlahan menyusut dari kisaran 71%. Menurut ekonom Brookings Institution, Eswar Prasad, pergeseran ini tidak hanya terkait pertimbangan ekonomi, melainkan juga strategi geopolitik negara-negara yang ingin mengurangi ketergantungan pada dolar.


Dolar Masih Sulit Tergeser

Meski pangsanya menyusut, dolar tetap menjadi mata uang cadangan utama. Likuiditas pasar keuangan AS, stabilitas institusi, dan perannya dalam perdagangan internasional membuat posisinya sulit tergantikan. 

Pasar obligasi pemerintah AS senilai lebih dari US$25 triliun menjadi salah satu alasan utama bank sentral tetap menyimpan cadangan dalam dolar.

“Selama pasar keuangan AS tetap dalam dan likuid, status dolar tidak akan mudah tergantikan,” tulis Council on Foreign Relations dalam analisisnya.


Naiknya Peran Mata Uang Nontradisional

Dalam lima tahun terakhir, IMF mencatat peningkatan penggunaan mata uang nontradisional. Gabungan dolar Australia, dolar Kanada, dan yuan China kini menembus 6% cadangan devisa global, naik signifikan dari sekitar 2% pada 2010. 

Yuan khususnya mencatat pertumbuhan sejak masuk ke keranjang Special Drawing Rights (SDR) pada 2016, meski masih terbatas akibat kontrol modal ketat dari Beijing.

Perubahan struktur cadangan devisa ini bisa berpengaruh pada biaya pinjaman pemerintah AS, karena berkurangnya permintaan terhadap obligasi Treasury. Di sisi lain, diversifikasi mata uang memberi peluang stabilitas lebih besar bagi sistem keuangan global.

Meski begitu, banyak analis menilai transisi menuju sistem multivaluta akan berlangsung lambat. Keterbatasan pasar keuangan di luar AS dan faktor kepercayaan membuat dolar tetap menempati posisi sentral dalam jangka panjang.