Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) dan INDEF meminta pemerintah kembali menerapkan diskon tarif listrik 50 persen seperti pada Januari–Februari 2025. (ANTARA FOTO)

Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) dan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mendorong pemerintah untuk kembali memberlakukan kebijakan diskon tarif listrik sebesar 50 persen, seperti yang pernah diterapkan pada Januari–Februari 2025. 

Kedua lembaga menilai langkah tersebut efektif menjaga daya beli masyarakat di tengah tekanan ekonomi yang masih terasa hingga akhir tahun ini.

Desakan itu disampaikan setelah pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk menahan kenaikan tarif listrik hingga Desember 2025. 

Kebijakan ini, menurut Puskepi dan INDEF, sudah tepat, namun masih perlu diperkuat dengan pemberian diskon tarif agar dampaknya lebih terasa bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Direktur Puskepi Sofyano Zakaria menegaskan, pengalaman awal tahun 2025 menunjukkan bahwa program diskon listrik terbukti mampu menstabilkan situasi sosial dan ekonomi. 

“Kebijakan diskon listrik itu terbukti menjaga daya beli dan berefek positif terhadap stabilitas sosial. Dengan demikian, diskon listrik juga ikut menopang pertumbuhan ekonomi 2025,” ujar Sofyano di Jakarta.

Ia menambahkan, selain dampak ekonomi langsung, ada efek psikologis positif yang muncul di masyarakat. 

“Efek psikologis ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan stabilitas sosial-ekonomi. Ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga kesejahteraan rakyat dan memperkuat ekonomi nasional,” kata Sofyano.

Sementara itu, Kepala Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan INDEF, Abra Talattov, menilai kebijakan subsidi tarif listrik bisa memperkuat konsumsi rumah tangga. 

Menurutnya, pengurangan beban tagihan listrik memungkinkan masyarakat mengalihkan pengeluaran ke kebutuhan lain seperti bahan pokok dan layanan esensial.

“Subsidi tarif listrik meningkatkan pendapatan riil masyarakat dengan mengurangi beban biaya, yang kemudian dapat meningkatkan daya beli dan memicu kenaikan konsumsi,” kata Abra. 

Ia menambahkan, selama dua bulan penerapan program diskon pada awal 2025, konsumsi masyarakat diperkirakan meningkat karena adanya efek peningkatan marginal propensity to consume (MPC), yakni kecenderungan masyarakat membelanjakan pendapatannya untuk konsumsi.

Berdasarkan catatan INDEF, konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi nasional, dengan kontribusi sekitar 54,6 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2024. 

Oleh karena itu, menurut Abra, kebijakan pengurangan beban listrik berpotensi memperkuat daya beli dan menjaga momentum pemulihan ekonomi.

Pemerintah sendiri telah memastikan tarif listrik tidak akan naik hingga akhir 2025. Plt. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Tri Winarno, menjelaskan bahwa secara hitungan ekonomi makro seharusnya terjadi penyesuaian tarif, namun pemerintah memutuskan untuk menahannya.

“Dengan menggunakan realisasi ekonomi makro untuk tariff adjustment triwulan IV tahun 2025 yang secara akumulasi seharusnya menyebabkan kenaikan tarif listrik, namun untuk menjaga daya beli masyarakat, pemerintah memutuskan tarif listrik tetap atau tidak naik,” ujar Tri dalam keterangan resminya.

Sebelumnya, pemerintah sempat merencanakan pemberian diskon tarif listrik sebesar 50 persen untuk 79,3 juta pelanggan rumah tangga dengan daya listrik maksimal 1.300 VA pada periode Juni–Juli 2025. Namun rencana tersebut akhirnya dibatalkan karena pertimbangan fiskal dan kesiapan teknis.

Kini, dengan tekanan ekonomi yang belum sepenuhnya mereda, baik Puskepi maupun INDEF mendorong agar kebijakan tersebut dihidupkan kembali. 

Mereka menilai langkah itu tidak hanya melindungi kelompok rentan, tetapi juga menjaga roda ekonomi nasional tetap bergerak di tengah situasi global yang masih tidak menentu.

Langkah serupa sebelumnya juga mendapat dukungan dari sejumlah pihak di parlemen yang menilai program diskon listrik bisa menjadi stimulus efektif tanpa membebani anggaran terlalu besar, mengingat subsidi energi masih termasuk dalam prioritas belanja pemerintah tahun ini.

Namun hingga saat ini, pemerintah belum memberikan sinyal pasti apakah akan mengkaji kembali rencana diskon listrik tersebut. 

Keputusan resmi diperkirakan akan diambil setelah evaluasi realisasi anggaran energi dan data inflasi triwulan IV 2025 selesai pada akhir November mendatang.