Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy memperingatkan bahwa Vladimir Putin akan memperluas perang ke negara Eropa lain dengan menguji pertahanan NATO melalui serangan drone. (AP/Efrem Lukatsky)

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy memperingatkan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin kemungkinan akan memperluas perang melampaui Ukraina dan menyerang negara-negara Eropa lain. Peringatan itu disampaikan di Kyiv pada Sabtu (27/9), setelah Zelenskyy bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump di sela-sela Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pekan ini.

Menurut Zelenskyy, tanda-tanda ekspansi konflik sudah terlihat dari meningkatnya pelanggaran wilayah udara oleh drone Rusia terhadap negara-negara anggota NATO. 

“Putin tidak akan menunggu sampai selesai perangnya di Ukraina sebelum membuka front baru. Dia akan membuka arah lain. Tidak ada yang tahu di mana. Dia menginginkan itu,” kata Zelenskyy dalam konferensi persnya di ibu kota Ukraina seperti dikutip dari Al Jazeera.

Peringatan itu muncul menyusul serangkaian insiden yang membuat Eropa dalam siaga tinggi. Pada 9-10 September, militer Ukraina mendeteksi sebanyak 92 drone Rusia menuju Polandia. 

Meski sebagian besar berhasil dicegat, 19 drone diketahui menembus wilayah Polandia menandai pertama kalinya aset Rusia memasuki wilayah anggota NATO sejak invasi ke Ukraina dimulai pada Februari 2022.

“Putin sedang menguji apa yang dimiliki oleh orang-orang Eropa,” ujar Zelenskyy, menuding Moskow sengaja memprovokasi untuk melihat seberapa jauh aliansi Barat akan merespons. 

Ia juga menyebut pelanggaran serupa terjadi di Denmark, Norwegia, Estonia, dan Rumania. Menurutnya, langkah tersebut bertujuan mempengaruhi opini publik di Eropa dan mengikis dukungan terhadap Ukraina, terutama menjelang musim dingin ketika bantuan sistem pertahanan udara kembali dibahas.

Menanggapi tudingan itu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menyampaikan sikap tegas Moskow di hadapan Sidang Umum PBB, Sabtu. 

“Setiap agresi terhadap negara saya akan dibalas dengan respons tegas,” kata Lavrov. Ia juga membantah tuduhan Ukraina bahwa Rusia berniat menyerang negara-negara Eropa. “Kami tidak pernah memiliki, dan tidak memiliki, niat seperti itu.”

Sebagai respons terhadap meningkatnya ancaman, Uni Eropa resmi meluncurkan proyek “tembok drone” pada Jumat (26/9). Proyek ini melibatkan 10 negara anggota di Eropa Timur yang berfokus pada pengembangan sistem deteksi dan intersepsi canggih di sepanjang perbatasan dengan Rusia dan Ukraina. 

Komisaris Pertahanan UE Andrius Kubilius mengatakan pembangunan sistem ini akan memakan waktu sekitar satu tahun, dengan prioritas pada deteksi dini.

NATO juga telah mengaktifkan Operasi Eastern Sentry sejak 12 September untuk memperkuat pertahanan di sayap timur. Operasi ini melibatkan jet tempur Rafale milik Prancis, Eurofighter Jerman, F-35 Belanda, serta kapal perang Denmark yang berpatroli di wilayah Baltik dan Laut Hitam.

“Rusia sedang menguji Uni Eropa dan NATO, dan respons kita harus tegas, bersatu, dan segera,” ujar Kubilius setelah memimpin rapat bersama para menteri pertahanan Eropa.

Sementara itu, dukungan terhadap Ukraina dari Washington menunjukkan pergeseran. Presiden Donald Trump, yang sebelumnya menyarankan Kyiv untuk “menyerahkan wilayah” demi perdamaian, kini menyatakan keyakinannya bahwa Ukraina “berada dalam posisi untuk bertarung dan merebut kembali seluruh wilayahnya dalam bentuk aslinya.”

Pernyataan tersebut disebut-sebut sebagai hasil dari pertemuannya dengan Zelenskyy di New York pada pekan Sidang Umum PBB, dan menandakan adanya pergeseran penting dalam pendekatan Amerika Serikat terhadap perang yang telah berlangsung lebih dari dua tahun ini.