![]() |
| Microsoft resmi menghentikan dukungan kecerdasan buatannya untuk Unit 8200, unit intelijen elit Israel, usai terungkap penyalahgunaan teknologi pengawasan massal. (Techcruch) |
Microsoft resmi memutus akses Unit 8200, unit intelijen elit militer Israel, ke layanan komputasi awan dan kecerdasan buatan (AI) miliknya. Langkah ini diambil setelah penyelidikan internal menemukan bukti penggunaan teknologi perusahaan asal Amerika Serikat itu untuk pengawasan massal terhadap warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat.
Keputusan tersebut diumumkan pada Kamis (25/9) oleh Wakil Ketua sekaligus Presiden Microsoft, Brad Smith.
Ia menegaskan bahwa perusahaan “tidak menyediakan teknologi untuk memfasilitasi pengawasan massal terhadap warga sipil.”
Pernyataan itu disampaikan melalui email internal kepada para karyawan dan menandai pertama kalinya raksasa teknologi AS mencabut layanan dari militer Israel sejak konflik di Gaza meletus.
Langkah tegas Microsoft ini dipicu oleh hasil investigasi gabungan The Guardian, +972 Magazine, dan Local Call yang dipublikasikan pada 6 Agustus lalu.
Laporan tersebut mengungkap bahwa Unit 8200 menggunakan platform komputasi awan Azure untuk menyimpan sekitar 8.000 terabita data hasil penyadapan komunikasi warga Palestina.
Sumber investigasi menyebut unit intelijen itu bahkan memiliki moto internal “satu juta panggilan per jam” untuk menggambarkan skala pengumpulan data yang dilakukan.
Kerja sama antara Microsoft dan Unit 8200 disebut telah dimulai sejak pertemuan tahun 2021 antara CEO Microsoft, Satya Nadella, dan Yossi Sariel yang saat itu menjabat sebagai komandan unit tersebut.
Data intelijen dalam jumlah besar awalnya disimpan di pusat data Microsoft di Belanda sebelum akhirnya dipindahkan ke Amazon Web Services (AWS) pada Agustus lalu.
Dalam pernyataannya kepada media, Microsoft mengonfirmasi bahwa pihaknya telah memberi tahu Kementerian Pertahanan Israel terkait penghentian “langganan tertentu dan layanannya, termasuk penggunaan penyimpanan cloud dan teknologi AI.”
Meski demikian, Smith menegaskan bahwa layanan keamanan siber Microsoft untuk Israel serta kontrak komersial lainnya tetap berjalan sebagaimana biasa.
“Ini adalah keputusan yang kami ambil berdasarkan tinjauan menyeluruh terhadap penggunaan teknologi kami,” ujar Smith seperti dikutip oleh Antara.
Ia menambahkan bahwa proses peninjauan internal masih berlangsung dan akan disampaikan pembaruannya dalam beberapa hari mendatang.
Seorang pejabat keamanan Israel mengatakan kepada media lokal bahwa langkah Microsoft “tidak akan mengganggu kemampuan operasional” militer.
Unit 8200 sendiri dilaporkan tengah menyiapkan pemindahan operasi pengawasan digitalnya sepenuhnya ke platform AWS dalam waktu dekat.
Keputusan ini muncul di tengah tekanan yang terus meningkat dari dalam tubuh Microsoft sendiri. Selama berbulan-bulan, sekelompok karyawan yang tergabung dalam gerakan “No Azure for Apartheid” menuntut perusahaan menghentikan seluruh kontraknya dengan militer Israel.
Gelombang protes mencapai puncaknya pada April 2025 bertepatan dengan perayaan ulang tahun ke-50 Microsoft, lalu kembali menguat pada Agustus ketika sejumlah pegawai menggelar aksi duduk di kantor Smith hingga gedung perusahaan terpaksa ditutup sementara.
Microsoft dilaporkan memecat sedikitnya lima karyawan dalam beberapa bulan terakhir karena aktivisme mereka terkait kontrak dengan Israel. Meski begitu, langkah penghentian layanan yang diumumkan pekan ini dianggap sebagai titik balik penting.
“Ini kemenangan signifikan dan belum pernah terjadi sebelumnya,” ujar Koordinator No Azure for Apartheid, Hossam Nasr, seperti dilaporkan oleh The Verge. “Namun langkah ini masih belum cukup karena hanya menyentuh sebagian kecil dari layanan yang diberikan Microsoft.”
Laporan investigasi oleh The Guardian, +972 Magazine, dan Local Call, serta liputan lanjutan dari Antara dan The Verge menjadi dasar keputusan bersejarah ini, yang kini menandai perubahan hubungan antara perusahaan teknologi besar AS dan institusi militer Israel.

0Komentar