![]() |
| Sebanyak 2.333 desa di Indonesia masih belum terhubung ke internet, menurut Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid. (Dok. Telkom) |
Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid mengungkapkan masih adanya ribuan desa di Indonesia yang belum tersentuh jaringan internet, menyoroti tantangan serius dalam upaya pemerataan akses digital di tengah pesatnya transformasi teknologi.
Dalam peringatan Hari Bhakti Postel ke-80 di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (27/9/2025), Meutya menyebut sebanyak 2.333 desa di seluruh Indonesia masih belum memiliki akses internet sama sekali. Kondisi ini, kata dia, menjadi pekerjaan rumah besar yang perlu diselesaikan secara kolaboratif.
“Angka ini semua kami yakini adalah angka yang target yang masuk akal jika kita semua bergandengan tangan untuk menyelesaikan PR-PR ini bersama,” ujar Meutya saat memimpin upacara, dikutip dari Antara.
Dari total tersebut, 2.017 desa bahkan belum terjangkau layanan 4G, sementara 316 desa lain yang mayoritas berupa lahan non-pemukiman juga menghadapi kesulitan serupa. Kesenjangan ini menunjukkan masih adanya wilayah-wilayah yang tertinggal dari arus digitalisasi nasional.
Meutya menekankan bahwa untuk mendorong angka konektivitas nasional mencapai target 80 persen cakupan, pemerintah memerlukan kerja sama lintas sektor — mulai dari penyedia layanan telekomunikasi, pemerintah daerah, hingga swasta.
“Kami butuh partisipasi seluruh elemen. Ini bukan hanya urusan pemerintah, tapi tugas bersama jika ingin Indonesia terkoneksi secara merata,” tambahnya.
Data terbaru Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa penetrasi internet nasional telah mencapai 80,66 persen pada 2025, setara dengan 229,4 juta penduduk. Namun, capaian itu belum mencerminkan pemerataan.
Salah satu indikatornya, penetrasi fixed broadband rumah tangga masih berada di angka 27,4 persen. Artinya, jutaan keluarga Indonesia belum menikmati koneksi internet stabil yang menjadi fondasi ekonomi digital.
Ketua APJII Muhammad Arif menjelaskan bahwa kesenjangan antara kota besar dan wilayah pelosok masih menjadi tantangan utama.
“Pemerataan infrastruktur digital tidak hanya soal jaringan, tapi juga soal keberlanjutan akses yang terjangkau dan berkualitas,” ujarnya dalam kesempatan terpisah.
Sebagai bentuk dukungan terhadap target pemerintah, sejumlah pelaku industri telekomunikasi dan teknologi menandatangani deklarasi percepatan digitalisasi nasional. Komitmen itu sejalan dengan Program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto yang menjadikan ekonomi digital sebagai salah satu penggerak pertumbuhan.
Perusahaan yang terlibat di antaranya Telkom Indonesia, Telkomsel, Indosat Ooredoo Hutchison, XL Axiata, Huawei Indonesia, dan Ericsson Indonesia, serta berbagai asosiasi industri teknologi informasi.
Meutya menegaskan, digitalisasi bukan hanya agenda pembangunan ekonomi, tetapi juga menjadi penopang target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen yang ditetapkan pemerintah.
“Ini hanya dapat dicapai jika kita semua berkontribusi, khususnya di bidang digitalisasi yang menjadi motor penggerak utama,” ujarnya, dikutip dari Merdeka.
Selain faktor ekonomi, pemerintah juga memandang pembangunan infrastruktur telekomunikasi sebagai bagian dari strategi pertahanan negara. Menurut Meutya, dinamika geopolitik global membuat kedaulatan digital menjadi isu strategis.
“Dalam situasi konflik antarnegara, infrastruktur telekomunikasi sering menjadi target serangan. Karena itu, kita perlu membangun sistem yang berdaulat dan mandiri,” tegasnya.
Pernyataan Meutya menegaskan bahwa persoalan kesenjangan digital kini tak hanya menyangkut akses informasi, tetapi juga menyangkut ketahanan nasional dan kedaulatan negara di era persaingan teknologi yang kian kompleks.

0Komentar