![]() |
| Fraksi Nasdem meminta DPR menghentikan sementara gaji, tunjangan, dan fasilitas Ahmad Sahroni serta Nafa Urbach usai dinonaktifkan. (Istimewa) |
Fraksi Partai Nasdem meminta DPR RI menghentikan sementara gaji, tunjangan, dan seluruh fasilitas Ahmad Sahroni serta Nafa Urbach setelah keduanya dinonaktifkan dari tugas sebagai anggota legislatif. Keputusan ini berlaku mulai 1 September 2025 sesuai surat resmi DPP Partai Nasdem.
Ketua Fraksi Partai Nasdem DPR RI, Viktor Bungtilu Laiskodat, menegaskan langkah tersebut diambil untuk menjaga integritas partai dan merespons gelombang kritik publik.
“Fraksi Partai Nasdem DPR RI meminta penghentian sementara gaji, tunjangan, dan seluruh fasilitas bagi yang bersangkutan, yang kini berstatus nonaktif, sebagai bagian dari penegakan mekanisme dan integritas partai,” ujarnya di Jakarta, Senin (1/9/2025).
Secara aturan, anggota DPR yang diberhentikan sementara tetap berhak atas gaji dan tunjangan penuh sesuai Pasal 19 Ayat 4 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib.
Namun, Fraksi Nasdem mengambil sikap berbeda dengan meminta penghentian sementara hak keuangan dua anggotanya.
Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Hermawi Taslim, menyebut penonaktifan Sahroni dan Nafa dilakukan karena pernyataan mereka dianggap melukai perasaan publik.
“Bahwa dalam perjalanan mengemban aspirasi masyarakat, ternyata ada pernyataan dari wakil rakyat yang telah menyinggung dan mencederai perasaan rakyat,” tutur Hermawi.
Kecaman terhadap Ahmad Sahroni muncul setelah ia menyebut orang yang menyerukan pembubaran DPR sebagai “mental tertolol sedunia.” Pernyataan itu memicu amarah massa hingga rumahnya di Tanjung Priok sempat dirusak.
Sahroni juga menuai sorotan karena mendukung penangkapan demonstran, termasuk yang masih di bawah umur, jika dianggap bertindak anarkis.
Sementara itu, Nafa Urbach mendapat kritik setelah membela tunjangan perumahan DPR sebesar Rp50 juta per bulan, dengan alasan harga rumah di Jakarta Pusat sangat tinggi.
Pernyataannya memperburuk sentimen publik di tengah gelombang protes yang menolak kenaikan tunjangan DPR.
Kontroversi ini terjadi setelah aksi unjuk rasa besar pada Agustus 2025. Massa menolak kenaikan tunjangan DPR dan menyoroti ketimpangan ekonomi, diikuti bentrokan dengan aparat yang menyebabkan korban jiwa, termasuk mahasiswa dan pengemudi ojek daring.
Sebagai respons, lima anggota DPR dari berbagai partai, termasuk Sahroni dan Nafa, dinonaktifkan oleh partainya masing-masing.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai keputusan partai hanya bersifat sementara.
“Fraksi atau partai nampak tak ingin kehilangan lima anggota mereka hanya karena dituntut publik. Mereka hanya ‘disembunyikan’ sementara waktu,” ujarnya.
Di sisi lain, Ketua Badan Anggaran DPR RI, Said Abdullah, menegaskan bahwa secara teknis anggota nonaktif tetap menerima gaji karena mekanisme anggaran DPR masih berjalan.

0Komentar