Pemimpin Afrika menyerukan reformasi Dewan Keamanan PBB dalam Sidang Majelis Umum ke-80. Kenya dan Nigeria memimpin tuntutan agar Afrika mendapat dua kursi tetap dengan hak veto serta kursi tambahan tidak tetap. (Tangkapan Layar Video Al Jazeera)

Para pemimpin Afrika menyuarakan tuntutan paling tegas mereka untuk reformasi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Sidang Majelis Umum ke-80 di New York pekan ini. Presiden Kenya William Ruto dan Presiden Nigeria Bola Tinubu memimpin seruan agar Afrika mendapat setidaknya dua kursi tetap dengan hak veto penuh, serta tambahan kursi tidak tetap.

Dalam pidatonya di Majelis Umum pada Rabu (24/9), Presiden Ruto menyebut pengecualian Afrika dari keanggotaan permanen sebagai hal yang tidak dapat diterima, tidak adil, dan sangat tidak adil. 

"Anda tidak dapat mengklaim sebagai Perserikatan Bangsa-Bangsa jika mengabaikan suara 54 negara," Tegas Ruto.

Ruto menekankan pentingnya keterlibatan penuh Afrika, termasuk hak veto, seraya menyoroti kontribusi Kenya dalam misi keamanan PBB di Haiti yang hingga kini kekurangan dana dan peralatan.

Presiden Nigeria Tinubu, melalui Wakil Presiden Kashim Shettima, menyampaikan pandangan serupa. Ia menilai PBB hanya akan kembali relevan bila mencerminkan kondisi dunia saat ini. 

"Nigeria yang dulu hanya sebuah koloni dengan 20 juta penduduk pada 1945, kini menjadi negara berdaulat dengan lebih dari 236 juta jiwa, diproyeksikan akan menjadi yang terbesar ketiga di dunia," ujar Shettima.

Tuntutan tersebut juga menjadi agenda utama dalam KTT ke-7 Komite Sepuluh Uni Afrika (C-10) yang digelar pada 21 September, memperingati 20 tahun Konsensus Ezulwini dan Deklarasi Sirte. 

Kedua dokumen itu menjadi dasar posisi bersama Afrika sejak 2005, menegaskan tuntutan minimal dua kursi tetap dengan hak veto dan lima kursi tidak tetap di Dewan Keamanan.

Presiden Sierra Leone Julius Maada Bio, yang memimpin C-10, menyebut perjuangan tersebut sebagai upaya mengakhiri "ketidakadilan bersejarah." 

Ia menegaskan, meski isu Afrika sering mendominasi agenda Dewan Keamanan, benua itu tetap tidak memiliki perwakilan tetap. Presiden Angola João Lourenço, selaku ketua Uni Afrika, mengingatkan bahwa dua dekade advokasi tanpa hasil konkret bisa melemahkan momentum gerakan reformasi.

Afrika, dengan 54 anggota, merepresentasikan 28% dari seluruh negara di PBB dan 17% populasi dunia. Bio memuji soliditas negara-negara Afrika yang tidak pernah keluar dari barisan selama 20 tahun advokasi. 

"Tuntutan ini sah, tidak dapat dinegosiasikan, dan adil," ujarnya, dikutip dari TRT World.

Namun, reformasi Dewan Keamanan bukan perkara mudah. Menurut Michael Kwadwo Nketiah, pakar hubungan internasional yang diwawancarai Deutsche Welle, perluasan kursi permanen membutuhkan amandemen Piagam PBB. 

Proses ini memerlukan dukungan mayoritas dua pertiga Majelis Umum serta ratifikasi dari kelima anggota tetap saat ini —Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, Inggris, dan Prancis. 

"Kelima anggota tetap ini belum pernah dan tidak bersedia berbagi kekuasaan dengan negara lain," kata Nketiah.

Di sisi lain, para pemimpin Afrika menekankan rekam jejak panjang benua tersebut dalam operasi penjaga perdamaian. Nigeria tercatat ikut serta dalam 51 dari 60 misi PBB sejak 1960. 

Dorongan terbaru ini pun dipandang sebagai langkah untuk menegaskan posisi Afrika sebagai aktor penting dalam keamanan global, sekaligus menekan PBB agar beradaptasi dengan tatanan dunia yang terus berubah.