Dua belas negara membentuk koalisi darurat untuk menyelamatkan keuangan Otoritas Palestina yang terancam runtuh akibat penahanan pendapatan pajak oleh Israel sejak perang Gaza 2023. (REUTERS/Matteo Ciambelli)

Sebanyak 12 negara membentuk koalisi baru untuk menyelamatkan keuangan Otoritas Palestina yang terancam lumpuh akibat penahanan pendapatan pajak oleh Israel sejak pecahnya perang Gaza pada Oktober 2023. Koalisi yang dinamakan Emergency Coalition for the Financial Sustainability of the Palestinian Authority atau Koalisi Darurat untuk Keberlanjutan Keuangan Otoritas Palestina itu diumumkan pekan lalu di Madrid, Spanyol.

Langkah ini menjadi respons cepat atas kondisi fiskal Palestina yang disebut sebagai krisis belum pernah terjadi sebelumnya, yang membuat layanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan berada di ambang kolaps. 

Negara-negara yang tergabung dalam koalisi antara lain Inggris, Prancis, Jepang, Arab Saudi, Spanyol, Belgia, Denmark, Islandia, Irlandia, Norwegia, Slovenia, dan Swiss, sebagaimana diumumkan Kementerian Luar Negeri Spanyol dalam pernyataan resminya.


Pajak Ditahan, Anggaran Palestina Tercekik

Krisis keuangan Palestina berawal dari keputusan pemerintah Israel menahan clearance revenues—pajak dan pungutan yang seharusnya dipungut Israel untuk Palestina berdasarkan Protokol Paris 1994. 

Langkah ini dilakukan tak lama setelah perang Gaza meletus tahun lalu, dengan alasan dana tersebut digunakan untuk membayar utang Palestina kepada perusahaan listrik Israel dan sebagai bentuk tekanan politik.

Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich bahkan secara terbuka menyatakan penghentian transfer pajak sejak empat bulan lalu merupakan bagian dari strategi untuk melemahkan Otoritas Palestina. 

Ia mengatakan akan terus “mencekik ekonomi” Palestina demi mencegah terbentuknya negara merdeka, seperti dikutip Al Arabiya dan Reuters.

Akibat kebijakan itu, Otoritas Palestina kini kesulitan membayar gaji pegawai negeri, membiayai layanan publik, dan menjaga stabilitas institusi. Situasi diperparah oleh meningkatnya angka kemiskinan dan penurunan drastis dalam penyediaan layanan dasar bagi warga, menurut laporan Al Jazeera dan AFP.


Koalisi Bertujuan Jaga Stabilitas

Dalam pernyataannya, Kementerian Luar Negeri Spanyol menyebut pembentukan koalisi merupakan upaya mendesak untuk menjaga kelangsungan pemerintahan Palestina.

“(Koalisi) ini dibentuk sebagai respons terhadap krisis keuangan yang mendesak dan belum pernah terjadi sebelumnya yang dihadapi Otoritas Palestina,” ujar kementerian tersebut.

Koalisi menyatakan tujuan utamanya adalah membantu Palestina mempertahankan kemampuannya menjalankan pemerintahan, menyediakan layanan publik penting, dan menjaga keamanan dalam negeri.

“Mereka berharap Palestina bisa mempertahankan kemampuannya untuk memerintah, menyediakan layanan-layanan penting, dan menjaga keamanan,” bunyi pernyataan bersama yang dikutip dari Ministerio de Asuntos Exteriores España.

Selain memberikan dukungan finansial langsung, koalisi juga akan menggandeng lembaga keuangan internasional untuk memastikan bantuan berjalan efektif dan transparan. 

“Mereka juga akan bekerja sama dengan lembaga keuangan dan mitra internasional untuk memobilisasi sumber daya, mendukung tata kelola, dan reformasi ekonomi yang sedang berlangsung, serta memastikan transparansi dan akuntabilitas penuh,” tambah pernyataan itu.


Tekanan Internasional terhadap Israel

Koalisi juga mendesak Israel untuk segera mencairkan dana pajak yang ditahan dan menghentikan tindakan yang dapat melemahkan atau menyebabkan keruntuhan Otoritas Palestina. 

Mereka menilai langkah Israel tidak hanya mengancam stabilitas politik di wilayah itu, tetapi juga dapat memicu ketegangan baru di kawasan.

Sejumlah negara telah mulai menyalurkan bantuan darurat. Norwegia, misalnya, mengumumkan paket bantuan sebesar 40 juta kroner Norwegia (sekitar US$4 juta), sementara Arab Saudi menjanjikan dukungan senilai US$90 juta melalui koalisi tersebut, menurut laporan Reuters dan Saudi Gazette.

Meski demikian, koalisi mengakui bahwa dukungan dari negara-negara donor saja belum cukup untuk menyelesaikan krisis ini. Mereka menyerukan keterlibatan lebih luas dari komunitas internasional, termasuk lembaga keuangan global, guna menciptakan solusi jangka panjang yang berkelanjutan bagi keuangan Palestina.

Sejak awal tahun, Israel telah menahan ratusan juta dolar dana milik Palestina yang berasal dari pajak impor dan bea cukai. 

Sebagian dana sempat ditransfer secara terbatas setelah mendapat tekanan internasional, namun jumlahnya jauh dari kebutuhan untuk menjalankan pemerintahan secara penuh, menurut laporan Times of Israel.