Pengadilan banding federal AS memutuskan sebagian besar tarif perdagangan Donald Trump ilegal. Putusan ini menegaskan kewenangan tarif berada di tangan Kongres, namun tarif tetap berlaku sementara menunggu banding ke Mahkamah Agung. (REUTERS/Carlos Barria)

Pengadilan banding federal Amerika Serikat pada Jumat (29/8/2025) memutuskan bahwa sebagian besar tarif perdagangan yang diberlakukan Presiden Donald Trump adalah ilegal. 

Dengan suara 7-4, majelis hakim menyatakan Trump telah melampaui kewenangannya ketika menggunakan Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA) tahun 1977 untuk menetapkan tarif menyeluruh.

Meski begitu, pengadilan mengizinkan tarif tetap berlaku hingga 14 Oktober untuk memberi waktu bagi Trump mengajukan banding ke Mahkamah Agung. 

Putusan ini menegaskan keputusan Pengadilan Perdagangan Internasional pada Mei lalu yang menyatakan dasar hukum yang digunakan Trump tidak sah.

Donald Trump merespons putusan tersebut melalui platform Truth Social miliknya. 

“SEMUA TARIF MASIH BERLAKU!” tulisnya, sambil menuding pengadilan banding sebagai "sangat partisan" dan "keliru".

Trump memperingatkan penghapusan tarif akan menjadi “bencana total bagi negara” dan “secara harfiah akan menghancurkan Amerika Serikat”. 

Ia menegaskan keyakinannya bahwa “Amerika Serikat pada akhirnya akan menang” dalam proses hukum ini.

Gedung Putih melalui juru bicara Kush Desai mengatakan pemerintah optimistis menghadapi tahapan berikutnya. 

“Kami menantikan kemenangan akhir dalam masalah ini dan akan mengajukan banding ke Mahkamah Agung,” ujarnya.

Pengadilan berfokus pada legalitas “tarif resiprokal” yang diterapkan Trump pada April 2025 serta tarif pada Februari terhadap China, Kanada, dan Meksiko. 

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menegaskan bahwa IEEPA tidak memberikan kewenangan eksplisit kepada presiden untuk mengenakan tarif atau pajak.

“Undang-undang tersebut memberikan wewenang yang signifikan kepada Presiden untuk melakukan sejumlah tindakan dalam menanggapi keadaan darurat nasional, tetapi tidak satu pun dari tindakan ini secara eksplisit mencakup wewenang untuk mengenakan tarif, bea, atau sejenisnya,” bunyi putusan pengadilan.

Trump sebelumnya berargumen bahwa defisit perdagangan besar yang dialami AS merupakan “darurat nasional” yang mengancam keamanan ekonomi. 

Namun hakim menolak pandangan itu, menegaskan bahwa kewenangan mengenakan tarif adalah hak konstitusional Kongres.

Putusan ini mencakup tarif universal 10% terhadap hampir semua negara, serta tarif tambahan hingga 50% bagi negara dengan defisit perdagangan terbesar dengan AS. Kebijakan tersebut sejauh ini menghasilkan sekitar US$30 miliar per bulan.

Jika Mahkamah Agung tidak membatalkan putusan, pemerintah AS berpotensi diwajibkan mengembalikan tarif yang sudah dibayarkan. 

Meski demikian, putusan ini tidak berlaku untuk tarif yang diberlakukan dengan dasar hukum lain, seperti tarif baja dan aluminium.

Pengacara yang mewakili perusahaan-perusahaan penentang tarif menyambut baik putusan tersebut. 

“Keputusan ini melindungi bisnis dan konsumen Amerika dari ketidakpastian dan kerusakan yang disebabkan tarif-tarif ilegal ini,” kata salah satu kuasa hukum.

Kasus ini diperkirakan akan menjadi salah satu uji besar bagi Mahkamah Agung, yang mayoritas hakimnya berasal dari kalangan konservatif dan dalam beberapa kasus sebelumnya mendukung Trump.