Pemerintahan Donald Trump resmi memulai gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap hampir 15% pegawai negeri sipil (PNS) federal. Targetnya untuk memangkas anggaran, merampingkan struktur pemerintahan, dan menghapus lembaga-lembaga yang dianggap memboroskan dana publik.
Hampir 10.000 pegawai federal dipecat dalam fase pertama. Sebagian besar adalah pegawai baru yang masih dalam masa percobaan, namun pemangkasan juga menyasar posisi tetap di sejumlah lembaga besar.
Departemen Dalam Negeri, Energi, Urusan Veteran, Kesehatan, hingga Pertanian ikut terdampak. Tak hanya itu, lebih dari 75.000 pegawai telah menerima tawaran pensiun dini atau program pengunduran diri sukarela.
Total pengurangan diperkirakan mencapai lebih dari 85.000 orang atau sekitar 15% dari total tenaga kerja sipil federal yang mencapai 2,3 juta orang.
Trump menyebut birokrasi federal sebagai struktur yang "terlalu gemuk dan boros". Dalam pernyataannya, ia mengatakan, "Pemerintah ini terlalu besar untuk bergerak cepat.
Terlalu banyak uang rakyat yang terbakar hanya untuk menggaji lembaga yang tidak efisien." Ia juga menegaskan bahwa penghematan dari langkah ini dapat mencapai puluhan miliar dolar dalam dua tahun.
Salah satu lembaga paling terdampak adalah Departemen Luar Negeri (Deplu), yang telah memangkas lebih dari 1.300 staf. Beberapa kantor diplomatik luar negeri juga akan ditutup, dengan fokus kerja dialihkan ke pusat-pusat regional.
Di sektor kesehatan, hampir setengah dari pegawai masa percobaan di Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dan National Institutes of Health (NIH) ikut terdampak.
Risiko gangguan terhadap riset kesehatan masyarakat dan penanganan wabah menjadi sorotan tajam.
Trump tidak sendiri. Ia menunjuk Elon Musk sebagai Kepala Departemen Efisiensi Pemerintahan (DOGE), sebuah unit baru yang bertugas memangkas birokrasi dan mengaudit efisiensi lembaga federal.
Musk membawa pendekatan teknologi tinggi ala Silicon Valley untuk mendesain ulang cara kerja birokrasi Washington.
"Kami menemukan tumpang tindih fungsi antar lembaga yang bisa memangkas biaya hingga 60%," kata Musk.
Ia menambahkan bahwa sebagian besar urusan administrasi bisa diotomatisasi tanpa harus mempertahankan puluhan ribu pegawai.
DOGE juga menghapus sejumlah program dan lembaga yang dianggap tidak efisien, termasuk Biro Perlindungan Keuangan Konsumen (CFPB) dan program Diversity, Equity, and Inclusion (DEI) yang selama ini mendapat anggaran besar.
Menurut Musk, lembaga-lembaga tersebut "beroperasi di luar efektivitas dan hasilnya tidak terukur secara konkret."
Langkah ini sempat ditolak oleh sejumlah serikat pekerja dan diprotes di pengadilan, namun Mahkamah Agung AS akhirnya mencabut blokir hukum yang sebelumnya menghambat eksekusi kebijakan tersebut.
Federasi Pegawai Pemerintah Amerika (AFGE) memperingatkan bahwa pemangkasan drastis ini bisa menyebabkan runtuhnya layanan publik esensial.
"Ribuan pegawai IRS dipecat tepat sebelum musim pelaporan pajak, ini jelas akan memperlambat pelayanan. Penurunan kapasitas di Layanan Kehutanan dan Taman Nasional bisa memperburuk manajemen bencana dan kebakaran hutan di musim panas," ujar Everett Kelley, Presiden AFGE.
Di sektor pertanian, distribusi bantuan pangan sempat tertunda di beberapa negara bagian akibat kekurangan staf.
Sementara itu, Trump mengklaim pengurangan ini sebagai kemenangan kebijakan. Dalam cuitan terbarunya di X, ia menulis:
"Kami mengembalikan efisiensi. Pemerintah tidak boleh menjadi monster yang menghabiskan pajak rakyat tanpa arah."
Ia menambahkan bahwa model ini bisa dijadikan acuan bagi negara bagian dan bahkan negara lain. Namun kritik tetap bermunculan, terutama soal konflik kepentingan.
Beberapa pengamat menyebut, peran Elon Musk dalam menata ulang birokrasi menghadirkan pertanyaan serius. Perusahaan-perusahaan Musk seperti Tesla dan SpaceX diketahui masih menerima kontrak dari pemerintah federal.
Pengaruh besar Musk atas lembaga-lembaga negara dikhawatirkan akan melemahkan prinsip checks and balances dalam demokrasi.
"Kita menghadapi situasi di mana kekuasaan administratif diberikan pada seorang pebisnis teknologi dengan kepentingan korporasi yang aktif," ujar Prof. Alan Rosen, ahli hukum tata negara dari Harvard.
Ia menyebut pendekatan ini sebagai bentuk baru dari technocratic centralism yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah birokrasi Amerika.
Trump tidak bergeming. Dengan mata tertuju pada pemilu 2026, ia terus menjadikan efisiensi birokrasi sebagai jualan politik utama. Lewat program DOGE, ia ingin mencetak rekor sebagai presiden yang berhasil 'membersihkan' Washington dari lembaga-lembaga yang dianggap tidak produktif.
0Komentar