Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto mendesak DPR untuk menambah anggaran lembaganya sebesar Rp1,34 triliun dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Desakan itu disampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR pada Kamis, 10 Juli 2025 di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Alasannya sederhana tapi krusial: dari total pagu indikatif KPK yang hanya Rp878,4 miliar, seluruhnya dialokasikan untuk dukungan manajemen seperti gaji pegawai dan operasional kantor.
Dengan kata lain, program pencegahan dan penindakan korupsi tidak kebagian anggaran sepeser pun. Situasi ini membuat KPK berada di ujung tanduk dalam menjalankan fungsi utamanya.
“Pagu indikatif KPK tahun anggaran 2026 mengalami penurunan sebesar Rp359,4 miliar atau turun 29% dibandingkan DIPA tahun sebelumnya,” kata Setyo.
Ia menjelaskan bahwa pagu tersebut hanya mencukupi kebutuhan dasar organisasi, dan sama sekali tidak mengakomodasi agenda prioritas lembaga antirasuah.
Dari tambahan anggaran Rp1,34 triliun yang diajukan, Rp491,3 miliar diantaranya ditujukan untuk menutupi kekurangan dukungan manajemen.
Sementara Rp856,6 miliar lainnya dialokasikan khusus untuk pelaksanaan program pencegahan dan penindakan perkara korupsi—fungsi inti KPK yang justru nihil dalam pagu awal.
“KPK dalam melaksanakan tugasnya membutuhkan dukungan nyata DPR sebagai wakil rakyat, yaitu dalam bentuk dukungan anggaran untuk menjalankan tugas dan kewenangan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019,” ujar Setyo.
Bukan hanya untuk operasional penindakan, anggaran tambahan ini juga akan digunakan untuk proyek-proyek vital seperti pembangunan gedung pendidikan dan pelatihan antikorupsi senilai Rp163,5 miliar, serta pemutakhiran sistem teknologi informasi yang ditaksir menelan biaya Rp500 miliar.
Keduanya dipandang strategis untuk memperkuat daya tahan dan adaptabilitas KPK dalam menghadapi pola-pola korupsi yang makin canggih dan terorganisasi.
Setyo tak segan menyebut bahwa jika anggaran tak ditambah, agenda prioritas seperti reformasi politik, hukum, dan birokrasi (Asta Cita ketujuh) bisa tersendat. Bahkan lebih jauh, absennya anggaran untuk penindakan dinilai berpotensi melemahkan kredibilitas KPK di mata publik.
“Tanpa tambahan anggaran, upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi akan terganggu. Ini bukan sekadar soal program, tapi soal keberlangsungan institusi,” tegasnya.
Di luar penindakan, KPK juga telah menyiapkan strategi peningkatan efektivitas pencegahan melalui sinergi lintas lembaga dalam bingkai Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) 2025–2026.
Dalam dokumen itu, termuat 15 aksi prioritas yang menyasar sektor perizinan, keuangan negara, hingga birokrasi. Semua aksi ini membutuhkan sumber daya yang tak sedikit, dan kembali bergantung pada komitmen politik DPR dalam menyetujui usulan anggaran.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pun ikut angkat suara. Ia menegaskan bahwa Stranas PK dirancang sebagai pendekatan sistematis dan berbasis data untuk menciptakan pemerintahan yang lebih transparan.
“Stranas PK hadir untuk menyinergikan berbagai program pencegahan korupsi yang sebelumnya berjalan sendiri-sendiri. Dengan pendekatan sistematis dan berbasis data, kami berharap strategi ini bisa menjadi instrumen efektif dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan akuntabel,” ujar Alexander dalam forum terpisah.
KPK juga menggandeng Kantor Staf Presiden (KSP), 67 kementerian/lembaga, dan seluruh pemerintah provinsi untuk menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) Pencegahan Korupsi 2025–2026 sebagai wujud komitmen kolektif.
Di tingkat daerah, sistem Monitoring Center for Prevention (MCP) diterapkan untuk menilai efektivitas pelaksanaan aksi pencegahan.
Semua langkah ini, kata Alexander, perlu dikuatkan dengan alokasi anggaran yang sepadan. Tanpa itu, upaya memperbaiki tata kelola pemerintahan dari hulu ke hilir hanya akan jadi slogan kosong di atas kertas kerja.
Usulan tambahan anggaran KPK kini menjadi bola panas di DPR. Dengan waktu yang terus berjalan menuju pembahasan RAPBN 2026, nasib lembaga antirasuah itu kini berpulang pada sikap para wakil rakyat, apakah akan memprioritaskan pemberantasan korupsi, atau membiarkan KPK beroperasi setengah napas di tahun politik mendatang.
0Komentar