China membantah keras tuduhan Jerman soal insiden laser di Laut Merah, dan menyebut narasi Barat terlalu cepat menyalahkan tanpa bukti faktual. (Global Look Press/Keystone)

Pemerintah China menolak tudingan bahwa kapal perangnya menargetkan pesawat militer Jerman dengan sinar laser di Laut Merah pada 2 Juli 2025. Insiden tersebut, yang terjadi dalam kerangka misi Uni Eropa Operation Aspides, langsung memicu reaksi diplomatik dari Berlin.

Namun dari sudut pandang Beijing, tuduhan itu tidak hanya prematur, tapi juga berbahaya karena dapat memperkeruh situasi keamanan maritim yang sudah sensitif.

“Pernyataan Jerman sama sekali tidak konsisten dengan fakta yang diketahui China,” tegas Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, dalam konferensi pers reguler. 

Menurutnya, kapal perang China sedang menjalankan misi pengawalan rutin di Teluk Aden dan perairan Somalia, jauh dari lokasi yang diklaim Jerman. 

Ia menyebut kehadiran Angkatan Laut China di wilayah tersebut sebagai bagian dari kontribusi internasional China dalam menjaga stabilitas jalur pelayaran global sejak 2008.

China juga menyoroti fakta bahwa operasi militer Uni Eropa di kawasan itu semakin meningkatkan risiko gesekan antarnegara. 

Misi Aspides, meski bertujuan melindungi kapal sipil dari serangan kelompok Houthi, dinilai Beijing telah memperbesar kehadiran militer Barat di perairan internasional yang strategis. 

Dalam konteks ini, China merasa kehadirannya seolah-olah sedang diawasi dan dicurigai tanpa dasar yang kuat.

Beijing menduga ada kecenderungan negara-negara Barat untuk terlalu cepat mengambinghitamkan China dalam berbagai insiden maritim, terutama ketika melibatkan aktor militer mereka. 

Insiden serupa juga pernah terjadi di Indo-Pasifik, ketika militer Amerika Serikat dan Australia menuduh pesawat China menggunakan laser atau melakukan manuver berbahaya. 

Namun dari perspektif China, banyak tuduhan itu tak pernah disertai bukti teknis yang bisa diverifikasi secara independen.

Lebih jauh, Mao Ning mengingatkan pentingnya komunikasi langsung antar militer negara yang terlibat di kawasan. 

“Kami mendorong komunikasi yang berbasis fakta dan dilakukan secara tepat waktu untuk mencegah kesalahpahaman dan salah perhitungan,” ujarnya. 

Beijing juga menekankan bahwa stabilitas kawasan tak bisa dicapai jika setiap insiden langsung dibingkai sebagai provokasi sepihak, tanpa penyelidikan bersama.

Beijing kini berada di persimpangan sensitif. Di satu sisi, mereka ingin mempertahankan citra sebagai kekuatan yang bertanggung jawab secara global terutama dalam konteks keamanan maritim. 

Di sisi lain, mereka menghadapi persepsi internasional yang kian keras terhadap setiap gerak-gerik militernya, bahkan di wilayah tempat China secara aktif berpartisipasi dalam pengamanan sejak lebih dari satu dekade lalu.

Dari sudut pandang China, insiden ini adalah cerminan dari bagaimana narasi Barat terhadap kehadiran militer China masih diliputi kecurigaan.  Padahal, dalam banyak kasus, tindakan militer China di laut lepas dilakukan dalam kerangka kerja sama internasional atau misi anti-pembajakan yang diakui secara luas.

Namun Beijing sadar, retorika semata tidak cukup untuk mengubah persepsi. Oleh karena itu, mereka memilih merespons dengan pernyataan resmi, sekaligus menyerukan peningkatan dialog. 

Dalam konteks Laut Merah yang kini menjadi pusat berbagai kepentingan strategis, China ingin memastikan bahwa peran militernya tidak disalahartikan sebagai ancaman, melainkan kontribusi bagi kestabilan navigasi global.

Bagi China, insiden ini bukan sekadar tuduhan soal laser, tapi peringatan bahwa arena kompetisi global kini telah berpindah dari Indo-Pasifik ke jalur-jalur perdagangan yang lebih luas. Dan dalam arena tersebut, mereka tak ingin jadi kambing hitam.