![]() |
Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif 100% kepada mitra dagang Rusia jika perang Ukraina tak dihentikan dalam 50 hari. (THX/TTXVN) |
Donald Trump kembali membuat gebrakan. Dalam pertemuan dengan Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte di Oval Office, Presiden Amerika Serikat itu memberi tenggat tegas kepada Rusia: jika dalam 50 hari perang di Ukraina belum juga dihentikan, maka tarif setinggi 100% akan dikenakan terhadap para mitra dagang Moskow.
Pernyataan ini bukan gertakan biasa. Trump secara terang-terangan menarget negara-negara yang masih berbisnis dengan Rusia seperti China, India, Turki, bahkan Brasil.
Jika mereka masih membeli komoditas dari Moskow seperti minyak dan pupuk, maka produk ekspor mereka ke AS akan dikenai tarif tambahan secara sepihak. Tenggat ini berarti Rusia harus menyelesaikan konflik sebelum 2 September 2025.
“Saya sangat tidak senang dengan Rusia. Jika tidak ada kesepakatan dalam 50 hari, kami akan memberlakukan tarif yang sangat berat,” tegas Trump di hadapan media.
Ia menambahkan, tindakan ini merupakan tekanan ekonomi maksimal untuk menghentikan agresi militer yang sudah berjalan lebih dari tiga tahun itu.
Tak berhenti di situ, Trump juga menyentil pendahulunya, Joe Biden, yang ia sebut bertanggung jawab atas keterlibatan AS dalam konflik. Menurutnya, Washington telah menggelontorkan dana sekitar USD350 miliar ke Ukraina. “Ini perang Biden,” sindir Trump.
Meski demikian, laporan dari Kiel Institute mencatat total bantuan AS ke Ukraina sejauh ini sebenarnya baru mencapai sekitar USD119,7 miliar hingga akhir 2024.
Dalam strategi barunya, Trump juga mendorong penjualan senjata canggih seperti sistem pertahanan udara Patriot kepada negara-negara NATO. Uniknya, senjata itu nantinya akan disalurkan oleh NATO ke Ukraina, dengan pembiayaan ditanggung oleh negara Eropa, bukan oleh pemerintah AS.
Jerman, misalnya, diketahui memiliki 17 unit sistem Patriot yang bisa dipindahkan ke Kiev, meskipun Menteri Pertahanan Jerman mengaku stok mereka sangat terbatas.
Respons dari Rusia pun muncul. Kirill Dmitriev, salah satu utusan Kremlin, menyatakan bahwa dialog dengan AS tetap terbuka meski ada ancaman tarif.
Namun, dari sisi Uni Eropa, nada yang muncul berbeda. Blok tersebut mengkritik tenggat 50 hari sebagai “terlalu lama,” mengingat korban sipil yang terus berjatuhan setiap harinya.
Dampak dari pernyataan ini langsung terasa di pasar global. Harga minyak mentah Brent dan WTI justru mengalami penurunan tipis, karena pelaku pasar melihat peluang negosiasi masih terbuka dan sanksi mungkin bisa dihindari.
Namun sejumlah analis memperingatkan, jika benar tarif diberlakukan secara luas, maka rantai pasok global akan terganggu dan pertumbuhan ekonomi dunia bisa tertekan.
Tekanan dari Washington ini menandai arah baru kebijakan luar negeri AS di bawah Trump, yang kini menjadikan ekonomi sebagai senjata utama untuk menyudahi konflik bersenjata.
Jika benar ancaman tarif 100% itu dijalankan, dunia harus bersiap menghadapi dampaknya bukan hanya bagi Rusia, tapi juga mitra dagangnya yang selama ini menjadi bagian penting dalam perdagangan global.
0Komentar