![]() |
Sindiran terhadap keaslian ijazah Jokowi kini viral di media sosial dan jalanan. Tulisan satir di belakang truk jadi simbol erosi kepercayaan publik terhadap mantan presiden. (X/oposisicerdas) |
Dari belakang truk, ke dinding media sosial, sampai debat di kanal YouTube. Skandal ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, kembali mencuat ke ruang publik. Meski isu ini sudah berhembus sejak 2022, narasi lama itu justru kini makin tajam dan jadi bahan olok-olok yang menyebar luas, salah satunya lewat kalimat satir yang viral: “Dari Solo ke Pasar Pramuka, Plongo-plongo dan Suka Dusta.”
Kalimat itu ditemukan di belakang truk yang melintas di jalur Jawa Tengah-Jakarta, dan langsung jadi perbincangan karena menyentil dua isu sensitif sekaligus, keaslian ijazah Jokowi dan persepsi publik soal gaya kepemimpinannya.
Istilah "plongo-plongo”, yang sempat ramai saat debat pilpres 2014, kini kembali dipakai untuk menggambarkan kesan bingung dan tak punya arah.
Sedangkan "Pasar Pramuka" merujuk pada tempat di Jakarta Timur yang selama bertahun-tahun identik dengan praktik pemalsuan dokumen, termasuk ijazah.
Pengamat politik Rocky Gerung menyebut fenomena ini sebagai puncak dari krisis legitimasi pasca-kepemimpinan Jokowi. Menurutnya, sindiran yang kini menjelma jadi meme, karikatur, bahkan tulisan truk ini adalah sinyal bahwa status kenegarawanan Jokowi tengah runtuh.
“Semakin hari status kenegarawanan mantan presiden itu hilang. Akhirnya dibuat olok-olok di media sosial, dilukis dalam bentuk satire atau bahan candaan di belakang truk,” ujar Rocky lewat kanal YouTube-nya yang dikutip apluswire.com Kamis (18/7).
Menurut Rocky, Jokowi justru memperkeruh suasana dengan menyebut adanya "desain politik" di balik isu ijazah. Alih-alih menjawab tudingan dengan transparansi data atau langkah hukum yang terbuka, respons itu dinilai malah memelihara kebingungan di masyarakat.
“Banyak orang bertanya, desain siapa? Bukankah ini bisa jadi bagian dari desain politik Jokowi sendiri untuk memperpanjang isu ini dan memetik keuntungan dari pemberitaan?” kata Rocky.
Isu ijazah palsu Jokowi bermula dari klaim sejumlah pihak yang menuding bahwa dokumen akademik sang presiden tak sesuai dengan tahun kelulusannya dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
Salah satu tudingan datang dari Rismon Sianipar, mantan dosen teknik yang menganalisis skripsi Jokowi tahun 1985. Ia meragukan keasliannya karena skripsi tersebut menggunakan font Times New Roman, padahal font itu baru populer di awal 1990-an.
Namun bantahan datang dari UGM. Rektor dan Dekan Fakultas Kehutanan menyatakan bahwa ijazah Jokowi asli, didukung oleh arsip akademik dan kesaksian rekan kuliah.
“Font pada sampul skripsi tidak relevan, karena percetakan komersial saat itu sudah menggunakan jenis huruf mirip Times sejak awal 1980-an,” jelas pihak UGM.
Frono Jiwo, teman seangkatan Jokowi, bahkan menunjukkan ijazah miliknya yang identik dalam format, font, hingga tanda tangan rektor.
Meski bantahan resmi telah dikeluarkan, serangan ke personal Jokowi belum mereda. Ia pun mengambil langkah hukum dengan melaporkan 12 orang ke Polda Metro Jaya atas tuduhan pencemaran nama baik.
Di antara yang dilaporkan adalah mantan Menpora Roy Suryo dan eks Ketua KPK Abraham Samad. Polisi menyatakan kasus ini telah naik ke tahap penyidikan, dengan sejumlah saksi telah diperiksa.
Namun tekanan politik tak berhenti di isu ijazah semata. KPK kini juga tengah menyelidiki Bobby Nasution, menantu Jokowi sekaligus Wali Kota Medan, dalam kasus dugaan korupsi.
Sementara di level nasional, wacana pemakzulan Gibran Rakabuming Raka putra sulung Jokowi yang kini menjabat Wakil Presiden juga mulai berseliweran di ruang publik.
Tekanan berlapis ini, menurut Rocky, berpotensi memicu gejala psikosomatik yang bisa berdampak pada kondisi fisik dan mental Jokowi.
“Semua soal ini sudah mengepung psikologi Jokowi. Itu yang terlihat mungkin gejala psikosomatik pada tubuhnya. Lalu orang mulai menduga akan ada satu problem lebih besar lagi di dalam dinasti Jokowi," katanya.
Fenomena olok-olok terhadap Jokowi melalui tulisan belakang truk juga menyorot sisi unik dari budaya kritik sosial di Indonesia.
Di negeri ini, kritik kerap disampaikan dengan cara tak biasa dari stiker warung kopi, karikatur receh, hingga pantat truk. Tapi sindiran terhadap mantan presiden? Itu langka.
Pada 2022, seorang sopir truk di Sumatera Selatan bahkan dilaporkan tewas ditembak usai berulang kali menyindir seorang pejabat lokal melalui tulisan truk. Kasus ini menggambarkan betapa sindiran bergaya rakyat kecil bisa berdampak besar bahkan mematikan.
Kini, sindiran terhadap Jokowi menunjukkan hal serupa bahwa kritik yang tak disalurkan lewat forum formal justru menemukan jalannya sendiri di aspal, media sosial, dan kanal digital.
0Komentar