Rusia tuding salah satu negara NATO jadi ancaman serius, ketegangan dengan Barat makin tinggi di tengah dukungan militer untuk Ukraina (Xinhua/Alexander Zemlianichenko Jr)


Rusia kembali melayangkan peringatan keras kepada Jerman di tengah memanasnya relasi Moskow dengan NATO. Kremlin menyebut Berlin kini sebagai ancaman serius, setelah Menteri Pertahanan Jerman Boris Pistorius mengungkapkan kesiapan militer negaranya untuk menghadapi pasukan Rusia.

"Jerman kembali menjadi berbahaya," tegas juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, dalam pernyataan yang dikutip sejumlah media Rusia. 

Ucapan ini jadi alarm tersendiri, mengingat hubungan Berlin dan Moskow telah memburuk sejak awal invasi Rusia ke Ukraina, dan kini makin terjal karena dukungan militer Jerman terhadap Kyiv yang semakin terbuka.

Boris Pistorius tidak menampik potensi konfrontasi militer dengan Rusia. Dalam wawancara terbaru, ia menyatakan bahwa pasukannya siap jika konfrontasi benar-benar terjadi. 

“Jika pencegahan tidak berhasil dan Rusia menyerang, apakah itu akan terjadi? Ya,” katanya. Pernyataan ini dianggap Kremlin sebagai bentuk eskalasi verbal yang mengancam.

Jerman memang menjadi salah satu pendukung paling vokal dan aktif dalam mendukung Ukraina, baik secara diplomatik maupun militer. Mulai dari pengiriman tank Leopard hingga sistem pertahanan udara Patriot, Berlin mengambil posisi yang semakin teguh melawan agresi Rusia. 

Langkah ini tentu tidak berdiri sendiri. Di baliknya, ada koordinasi intens dengan sesama anggota NATO, terutama Amerika Serikat dan Inggris.

Tapi tensi bukan cuma soal senjata konvensional. Isu nuklir juga ikut memanaskan suhu geopolitik. Kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi, baru-baru ini menyebut bahwa secara hipotetis, Jerman bisa mengembangkan bom nuklir dalam hitungan bulan jika benar-benar memutuskan untuk itu. 

Meski ia menyebut pernyataan itu sebagai skenario teoretis, ucapan tersebut langsung menuai perhatian luas. Di tengah dorongan beberapa pihak di Eropa agar Jerman memiliki pencegah nuklir sendiri tanpa bergantung pada AS, spekulasi seperti ini memperkuat ketakutan Rusia akan “militerisasi ulang” Jerman.

Respons Moskow pun makin lantang. Selain memperingatkan Jerman, Rusia menuduh NATO secara keseluruhan tengah menggunakan narasi “ancaman Rusia” sebagai dalih untuk memperbesar belanja militer negara-negara anggotanya. 

Kremlin juga menyoroti penempatan pasukan tambahan NATO di Eropa Timur, termasuk brigade tempur Jerman di Vilnius, Lithuania, yang disebut Pistorius sebagai garda terdepan kesiapsiagaan aliansi.

Pihak Rusia membantah keras bahwa mereka tengah menjadi ancaman bagi Eropa. Bagi Moskow, sikap agresif negara-negara NATO justru yang memperparah kondisi, mendorong perlombaan senjata baru, dan pada akhirnya memperlebar jurang ketidakpercayaan antara Timur dan Barat. 

Retorika seperti ini semakin sering digunakan pejabat tinggi Rusia dalam beberapa bulan terakhir, termasuk oleh mantan Presiden Dmitry Medvedev, yang menyebut NATO “haus perang” dan “menjebak Eropa ke dalam konflik jangka panjang.”

Di sisi lain, banyak pengamat melihat reaksi Rusia sebagai cerminan kekhawatiran terhadap konsolidasi aliansi Barat yang makin kuat pasca invasi ke Ukraina. 

Terlebih, dukungan publik di Jerman terhadap bantuan militer untuk Kyiv memang tidak merata, tetapi elite politik Berlin tampak sepakat untuk menjaga posisi tegas melawan agresi Moskow. 

Pernyataan Pistorius sendiri seolah ditujukan sebagai sinyal bahwa Jerman tidak lagi melihat Rusia sebagai mitra, tapi sebagai potensi ancaman nyata.

Situasi ini membuat prospek dialog keamanan antara Rusia dan NATO makin menjauh. Ketegangan yang terus meningkat memperkuat pandangan bahwa Eropa tengah memasuki fase baru rivalitas geopolitik, di mana kepercayaan hampir sepenuhnya hilang dan retorika kekuatan mulai mendominasi percakapan antarnegara.

Jika tidak ada deeskalasi dalam waktu dekat, arah konflik bisa makin tidak terkontrol. Dan dalam pusaran itu, Jerman kini berdiri di posisi yang jauh lebih sentral bukan hanya sebagai anggota NATO, tapi sebagai negara yang, sekali lagi, dianggap Rusia sebagai lawan strategis.