![]() |
Indonesia dan Uni Eropa resmi menyepakati perjanjian dagang bebas IEU-CEPA. Ekonomi RI diproyeksi tumbuh 0,19% dan ekspor naik hingga 58%. (Dok. Sekretariat Presiden) |
Setelah negosiasi selama satu dekade, Indonesia dan Uni Eropa akhirnya menyepakati perjanjian dagang bebas yang disebut Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).
Kesepakatan ini diumumkan langsung oleh Presiden RI Prabowo Subianto dan Presiden Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen di Brussel, Belgia pada Sabtu, 13 Juli 2025.
"Setelah 10 tahun negosiasi, kita telah menyepakati untuk memiliki Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), yang pada dasarnya adalah perjanjian perdagangan bebas," ujar Prabowo dalam konferensi pers bersama usai pertemuan bilateral.
Kesepakatan ini membuka jalan bagi peningkatan hubungan ekonomi kedua pihak, terutama dalam perdagangan barang, jasa, investasi, dan energi bersih.
IEU-CEPA merupakan salah satu perjanjian dagang bilateral terbesar yang pernah dirundingkan Indonesia. Sejak dimulai pada Juli 2016, perundingan telah melalui 19 putaran, dengan yang terakhir dilangsungkan pada Juli 2024.
Momentum kesepakatan ini dinilai penting karena Uni Eropa saat ini merupakan mitra dagang utama Indonesia, dengan nilai perdagangan yang telah mencapai US$30,1 miliar per tahun.
Dari sisi Indonesia, kemitraan ini strategis karena Uni Eropa dinilai memiliki keunggulan di bidang sains, teknologi, dan keuangan. Prabowo menekankan bahwa kerja sama ini tidak hanya soal ekonomi, tapi juga berkontribusi terhadap stabilitas kawasan dan global.
“Kita ingin memastikan Indonesia menjadi bagian dari rantai pasok global yang lebih efisien dan hijau,” tegasnya.
Sementara itu, Ursula von der Leyen menyambut kesepakatan ini sebagai langkah besar yang datang di saat yang tepat. “Masih banyak potensi dalam hubungan dagang kita, dan karena itu, perjanjian ini datang pada saat yang tepat,” ujarnya.
Ia menilai IEU-CEPA akan membuka akses lebih luas bagi pelaku usaha Eropa di pasar Asia Tenggara melalui Indonesia sebagai hub.
Secara ekonomi, manfaat IEU-CEPA tidak main-main. Pemerintah memperkirakan produk domestik bruto (PDB) Indonesia akan naik 0,19 persen dalam beberapa tahun pertama implementasi.
Selain itu, potensi peningkatan ekspor Indonesia ke pasar Uni Eropa diproyeksikan mencapai lebih dari 58 persen, dengan tambahan pendapatan nasional sekitar US$2,8 miliar. Nilai surplus perdagangan Indonesia juga tercatat meningkat, dari US$2,5 miliar pada 2023 menjadi US$4,5 miliar di 2024.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa dokumen perjanjian akan segera difinalisasi dan dijadwalkan untuk ditandatangani pada kuartal ketiga 2025. Setelah itu, kedua pihak akan memulai proses ratifikasi di masing-masing sistem hukum.
Di Indonesia, implementasi IEU-CEPA akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres), sementara Uni Eropa hanya membutuhkan persetujuan Dewan dan Parlemen Eropa tanpa harus menunggu ratifikasi dari 27 negara anggota secara terpisah.
Dengan perjanjian ini, Indonesia akan menyusul Singapura dan Vietnam sebagai negara-negara ASEAN yang telah memiliki perjanjian dagang dengan Uni Eropa.
Posisi Indonesia sebagai kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara diyakini akan semakin solid berkat akses dagang dan investasi yang lebih terbuka dengan blok ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut.
Bagi pelaku usaha, ini merupakan angin segar. Terutama di sektor pertanian, manufaktur, energi hijau, hingga digital. Pasar Eropa yang selama ini dikenal ketat dalam regulasi akan menjadi lebih mudah diakses berkat harmonisasi standar dan penghapusan tarif. Pemerintah menyebutkan bahwa UKM dan eksportir baru akan turut difasilitasi agar bisa menembus pasar benua biru.
Kesepakatan IEU-CEPA juga membawa implikasi tambahan di bidang mobilitas. Sebagai bagian dari paket kerja sama, warga negara Indonesia yang pernah masuk kawasan Schengen akan lebih mudah mendapatkan visa multi-entry untuk kunjungan berikutnya.
Setelah satu dekade berjalan di tempat, IEU-CEPA kini jadi kenyataan. Perjanjian ini bukan hanya soal angka ekspor dan impor, tapi juga penegasan posisi Indonesia sebagai pemain kunci dalam lanskap ekonomi global yang terus berubah.
0Komentar