DPR protes insentif kendaraan listrik Rp 13,27 triliun, Sri Mulyani jelaskan strategi jangka panjang hilirisasi mineral dan transformasi ekonomi. (Dok. Kemenkeu)

Pemerintah menggelontorkan dana Rp 13,27 triliun untuk insentif pajak pembelian kendaraan listrik pada 2025, namun kebijakan ini memicu protes keras dari anggota DPR. 

Dalam rapat kerja di gedung DPR, Jakarta, pada Kamis (3/7/2025), Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Andi Yuliani, menyoroti besarnya angka tersebut yang dinilainya tidak tepat sasaran. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani pun angkat bicara, menegaskan bahwa insentif ini bukan sekadar untuk konsumen, melainkan strategi jangka panjang demi transformasi ekonomi Indonesia.

Andi Yuliani tak bisa menyembunyikan keheranannya saat membahas alokasi Rp 13,27 triliun untuk insentif kendaraan listrik. 

Menurutnya, angka ini terlalu besar untuk sebuah program yang manfaatnya diragukan bisa dirasakan masyarakat luas. 

"Ini besar sekali. Siapa yang menikmati Rp 13,27 triliun ini? Bukan rakyat, padahal judulnya paket stimulus untuk menstimulasi konsumsi rakyat," tegas Andi dalam rapat bersama Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Bappenas, dan Komisi XI DPR RI. 

Ia membandingkan alokasi tersebut dengan bantuan pangan yang hanya mendapat dana Rp 11,93 triliun, padahal kebutuhan masyarakat terhadap bantuan pangan kini melonjak seiring ledakan PHK di berbagai sektor.

Andi menekankan bahwa bantuan pangan seharusnya menjadi prioritas, terutama di tengah situasi ekonomi yang kian menantang. 

"Bantuan pangan hanya Rp 11,93 triliun. Ini catatan kita, berpihaklah ke masyarakat. Saat ini PHK cukup banyak, bantuan pangan menjadi kebutuhan mendesak, bukan hanya menjelang pilpres," ungkapnya, menyinggung urgensi kebutuhan dasar rakyat dibandingkan program yang dianggapnya lebih menguntungkan kalangan tertentu.

Menanggapi protes tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan penjelasan yang tegas namun terukur. 

Ia menegaskan bahwa insentif kendaraan listrik bukan hanya soal mendorong konsumsi, melainkan bagian dari strategi besar pemerintah untuk membangun ekosistem industri bernilai tambah. 

"Semangatnya adalah menciptakan hilirisasi mineral strategis Indonesia, yang menjadi salah satu ujung tombak industri yang sangat diminati," ujar Sri Mulyani dalam rapat yang sama. 

Ia menambahkan bahwa kebijakan ini dirancang untuk transformasi ekonomi, khususnya di sektor transportasi, dengan target menciptakan nilai tambah yang terukur. 

"Lebih kepada transportasi ekonominya, menciptakan nilai tambah yang dihitung," tegasnya.

Debat ini mencerminkan tarik-menarik antara kebutuhan jangka pendek dan visi jangka panjang pemerintah. 

Di satu sisi, insentif kendaraan listrik dianggap sebagai langkah strategis untuk menempatkan Indonesia sebagai pemain kunci dalam industri global, terutama melalui hilirisasi mineral seperti nikel yang mendukung produksi baterai kendaraan listrik. 

Data Kementerian Perindustrian menunjukkan bahwa insentif serupa untuk motor listrik, meski dengan anggaran lebih kecil sebesar Rp 250 miliar, mampu mendongkrak penjualan hingga 263% hingga pertengahan 2024. 

Namun, Andi Yuliani menilai insentif Rp 13,27 triliun untuk mobil listrik lebih sulit dijangkau masyarakat kelas menengah ke bawah, yang kini terhimpit kebutuhan dasar.

Konteks ekonomi saat ini memang menambah bobot pada protes Andi. Dengan gelombang PHK yang terus meningkat, kebutuhan akan bantuan pangan dan stimulus langsung untuk masyarakat menjadi sorotan. 

Alokasi Rp 11,93 triliun untuk bantuan pangan, meski besar, dianggap masih kurang tebal untuk menjawab kebutuhan mendesak tersebut. 

Sementara itu, insentif kendaraan listrik dipandang sebagai investasi masa depan yang manfaatnya baru akan terasa dalam beberapa tahun ke depan.

Polemik ini menunjukkan tantangan pemerintah dalam menyeimbangkan prioritas anggaran. Di tengah tekanan ekonomi global dan domestik, kebijakan stimulus harus mampu menjawab kebutuhan rakyat sekaligus mendorong pertumbuhan industri jangka panjang. 

Sri Mulyani tampaknya berupaya meyakinkan bahwa insentif kendaraan listrik adalah langkah strategis, bukan hanya untuk konsumen kaya, tetapi untuk memperkuat posisi Indonesia di rantai pasok global. 

Namun, suara DPR seperti Andi Yuliani menjadi pengingat bahwa kebijakan harus tetap berpihak pada rakyat yang tengah berjuang menghadapi tantangan ekonomi saat ini.

Hingga kini, diskusi soal insentif kendaraan listrik masih berlanjut. Rapat kerja berikutnya diperkirakan akan kembali membahas alokasi anggaran ini, dengan harapan menemukan titik temu antara kebutuhan mendesak masyarakat dan ambisi besar transformasi ekonomi nasional.