![]() |
Harga BBM non-subsidi naik hingga Rp 580 per liter mulai 4 Juli 2025. sementara harga BBM subsidi seperti Pertalite dan Solar tetap stabil. (Dok. Pertamina) |
Harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi resmi melonjak per 4 Juli 2025, menyusul penyesuaian yang diumumkan PT Pertamina dan operator SPBU lainnya.
Kenaikan ini, yang berkisar antara Rp 400 hingga Rp 580 per liter, langsung berdampak pada pengguna BBM premium seperti Pertamax dan Dexlite, sementara harga BBM subsidi seperti Pertalite dan Solar tetap stabil.
Masyarakat, terutama pengguna kendaraan pribadi dan pelaku usaha logistik, kini harus menyesuaikan anggaran di tengah lonjakan harga minyak dunia dan dinamika ekonomi domestik.
Kenaikan harga BBM ini dipicu oleh fluktuasi harga minyak mentah global, yang dipengaruhi ketegangan geopolitik seperti konflik Iran-Israel, serta formula harga yang diatur pemerintah.
Heppy Wulansari, Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, menegaskan bahwa penyesuaian harga dilakukan rutin setiap awal bulan berdasarkan harga Mean of Platts Singapore (MOPS) dan nilai tukar rupiah, sesuai Keputusan Menteri ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022.
“Kami memastikan penyesuaian ini transparan dan sesuai regulasi,” ujarnya kepada CNBC Indonesia, 1 Juli 2025.
Berikut daftar harga BBM terbaru di SPBU Pertamina per 4 Juli 2025, lengkap dengan perbandingan harga sebelumnya:
Jenis BBM | Harga Baru (Rp/liter) | Harga Sebelumnya (Rp/liter) | Kenaikan (Rp) |
---|---|---|---|
Pertamax (RON 92) | 12.500 | 12.100 | 400 |
Pertamax Turbo | 13.500 | 13.050 | 450 |
Pertamax Green (RON 95) | 13.250 | 12.800 | 450 |
Dexlite (CN 51) | 13.320 | 12.740 | 580 |
Pertamina Dex (CN 53) | 13.650 | 13.200 | 450 |
Pertalite | 10.000 | 10.000 | 0 |
Solar Subsidi | 6.800 | 6.800 | 0 |
Tidak hanya Pertamina, SPBU swasta seperti Shell, BP, dan Vivo juga menaikkan harga. Shell Super kini dibanderol Rp 12.810 per liter dari sebelumnya Rp 12.370, sementara BP Ultimate naik menjadi Rp 13.300 dari Rp 12.840.
Vivo Revvo 95 juga tak ketinggalan, naik ke Rp 13.300 per liter. “Kenaikan ini memang tak bisa dihindari karena harga minyak dunia terus merangkak naik,” kata seorang pengamat energi yang dikutip Koma.id, 30 Juni 2025.
Dampak kenaikan ini paling terasa pada pengguna BBM non-subsidi, seperti pemilik kendaraan mewah atau pelaku usaha yang bergantung pada Dexlite untuk operasional.
“Biaya operasional truk kami bisa naik 5-7% kalau Dexlite terus begini,” keluh Andi, seorang pengusaha logistik di Jakarta, kepada CNN Indonesia.
Namun, pengguna Pertalite, yang mayoritas adalah masyarakat berpenghasilan rendah, masih bisa bernapas lega karena harga tetap Rp 10.000 per liter.
Stabilitas harga BBM subsidi ini dinilai sebagai langkah pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah mobilitas tinggi, terutama saat musim liburan.
Meski demikian, kenaikan BBM non-subsidi berpotensi memicu efek domino. Biaya transportasi yang lebih mahal bisa mendorong kenaikan harga barang kebutuhan pokok, yang pada akhirnya menekan inflasi.
“Pemerintah perlu waspada, karena kenaikan BBM ini bisa memicu inflasi hingga 0,3% jika tidak dikelola baik,” ungkap ekonom energi dari Universitas Indonesia, seperti dikutip TIMES Indonesia.
Bagi konsumen, opsi beralih ke BBM subsidi seperti Pertalite atau menggunakan transportasi umum bisa jadi solusi sementara.
Namun, bagi pelaku usaha, kenaikan ini menambah beban di tengah tantangan ekonomi global. Pemerintah pun diharapkan menyiapkan langkah antisipasi, seperti pengendalian harga pangan, untuk meredam dampak lebih luas.
Pantauan di lapangan menunjukkan antrean di SPBU mulai meningkat, terutama untuk BBM subsidi, seiring masyarakat berupaya menghemat pengeluaran.
0Komentar