PT PAL Indonesia merancang kapal induk helikopter (LHD) sepanjang 238 meter dengan desain 100% lokal. Proyek ini direncanakan mulai 2027 dan menunggu persetujuan pemerintah. (Foto: REUTERS/Stephane Mahe)

Indonesia bersiap mencetak sejarah baru di industri pertahanan maritim. PT PAL Indonesia, perusahaan galangan kapal milik negara, menyatakan siap memulai pembangunan kapal induk helikopter atau Landing Helicopter Dock (LHD) sepanjang 238 meter mulai tahun 2027. 

Kapal raksasa ini bukan hanya simbol kemajuan teknologi dalam negeri, tetapi juga representasi ambisi besar Indonesia menuju kemandirian pertahanan dan kesiapsiagaan bencana yang lebih sigap.

Dengan kapasitas membawa hingga 16 pesawat—helikopter, drone, atau pesawat VTOL (Vertical Takeoff and Landing)—kapal ini dirancang untuk mengisi celah strategis di tengah luasnya wilayah maritim Indonesia. 

Namun, pertanyaannya: seberapa siap Indonesia melangkah ke era baru pertahanan laut ini?

PT PAL Indonesia, yang berbasis di Surabaya, telah menyiapkan desain kapal LHD ini secara 100% domestik. Dengan panjang dek 238 meter dan bobot maksimum 10.000 ton, kapal ini akan menjadi kapal terbesar yang pernah diproduksi di Indonesia. 

Meski disebut “kapal induk,” kapal ini tidak dirancang untuk pesawat tempur konvensional seperti milik Amerika Serikat atau Inggris, melainkan difokuskan untuk operasi helikopter dan pesawat VTOL, sesuai dengan geografi Indonesia yang lebih membutuhkan kecepatan distribusi logistik dan fleksibilitas operasional.

“Desain dasar sudah kami rampungkan. Kami hanya menunggu arahan dan dukungan pemerintah untuk mulai konstruksi,” ujar Briljan Gazalba, Direktur Teknologi PT PAL, dikutip dari Kompas.id.

PT PAL menyebut bahwa pembangunan LHD ini tidak hanya penting untuk keperluan militer, tetapi juga akan berfungsi sebagai platform multiguna—dari misi kemanusiaan, pencarian dan pertolongan (SAR), hingga tanggap darurat bencana alam yang kerap melanda Indonesia.

Meski secara desain dan SDM PT PAL merasa siap, tantangan utama ada pada kesiapan infrastruktur galangan kapal. 

Pembangunan kapal sebesar ini membutuhkan fasilitas dengan skala dan presisi tinggi, yang saat ini masih dalam tahap peningkatan bertahap.

“Galangan kapal kami sedang dipersiapkan untuk mampu menangani proyek sebesar ini. Kami juga sedang meningkatkan kapasitas produksi dan manajemen proyek,” ungkap Briljan.

Salah satu kendala utama adalah rendahnya Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di tahap awal. Sistem propulsi, sensor, dan—yang paling krusial—sistem persenjataan, masih sangat bergantung pada teknologi asing. 

PT PAL menyadari hal ini dan menjadikannya bagian dari strategi jangka panjang: mulai dari adopsi teknologi hingga alih teknologi dari mitra luar negeri.

Hingga saat ini, proyek ini masih dalam tahap evaluasi oleh Kementerian Pertahanan. Pemerintah belum memberi lampu hijau final, meskipun sinyal dukungan sudah muncul.

“Kementerian masih mengkaji kelayakan proyek ini, termasuk urgensinya terhadap prioritas strategis, kesiapan anggaran, dan SDM pendukung,” kata Brigadir Jenderal TNI Frega Wenas Inkiriwang, Kepala Biro Informasi Publik Kemhan.

Kemhan menilai LHD merupakan pilihan logis dan relevan, mengingat bentuk geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang membutuhkan platform multifungsi dan mobile untuk menghadapi ancaman, serta memberikan bantuan dalam situasi krisis.

Namun, realisasi proyek ini akan sangat bergantung pada alokasi anggaran pertahanan 2025–2027, serta kebijakan prioritas modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) nasional.

Meskipun PT PAL optimistis, tidak sedikit pihak yang mempertanyakan realisme proyek ini. Kritik muncul dari kalangan analis pertahanan yang meragukan kemampuan teknis dan logistik Indonesia membangun kapal sekelas LHD dalam waktu singkat.

Namun, PT PAL menepis keraguan ini dengan mengacu pada rekam jejak sukses mereka sebelumnya. 

Perusahaan ini berhasil membangun kapal LPD untuk Angkatan Laut Filipina dan UEA, serta memperoleh sertifikasi dari lembaga internasional seperti DNV GL, ABS, dan BKI.

“Kami tidak mulai dari nol. Proyek-proyek luar negeri yang kami tangani adalah bukti bahwa Indonesia mampu menjadi player di industri galangan kapal global,” tambah Briljan dalam wawancara dengan Sindonews.

Jika proyek ini terealisasi, Indonesia tidak hanya akan memiliki salah satu kapal terbesar di kawasan Asia Tenggara, tetapi juga akan memiliki keunggulan strategis dalam proyeksi kekuatan di wilayah maritimnya.

LHD akan berfungsi sebagai pos komando terapung, rumah sakit darurat, serta pangkalan udara mobile untuk misi kemanusiaan dan keamanan. 

Dengan kemampuan ini, Indonesia bisa meningkatkan kehadiran militernya di wilayah-wilayah strategis seperti Natuna, Papua, atau wilayah terdampak bencana secara cepat.

Di tengah meningkatnya tensi geopolitik di Laut China Selatan dan Indo-Pasifik, kehadiran LHD buatan sendiri akan memberikan pesan tegas: Indonesia siap menjaga kedaulatan dan memimpin penanganan krisis regional.

Langkah berikutnya ada di tangan pemerintah. Jika Kementerian Pertahanan menyetujui proyek ini pada tahun 2025 atau awal 2026, PT PAL akan memulai pembangunan struktur dasar pada 2027, dengan estimasi penyelesaian sekitar 3–4 tahun setelahnya.

Sementara itu, PT PAL telah menyusun rencana untuk kolaborasi internasional guna pengadaan sistem senjata dan teknologi kunci lainnya. 

Mitra potensial dari Eropa dan Asia disebut menjadi target pendekatan, walaupun belum diumumkan secara resmi.

Rencana pembangunan kapal induk helikopter sepanjang 238 meter oleh PT PAL Indonesia menandai momen penting dalam peta pertahanan dan industri strategis nasional. 

Kapal ini menjanjikan manfaat besar—dari kekuatan militer, kesiapsiagaan bencana, hingga pencapaian simbolik sebagai bangsa maritim mandiri. 

Namun, semua itu hanya akan menjadi nyata jika komitmen politik, anggaran, dan kesiapan teknis berjalan seiring.

Seperti ditulis oleh Naval News saat melaporkan kerja sama PT PAL dengan Filipina: “Indonesia bukan hanya pemesan alutsista, tapi kini juga pemain utama dalam rantai pasok global.” 

Pertanyaannya kini: akankah Indonesia benar-benar berlayar menuju era baru kekuatan laut, atau ini hanya gelombang ambisi yang tak kunjung sampai ke pelabuhan realisasi?