Hamas masih meninjau peta kendali militer terbaru dari Israel dalam proses negosiasi gencatan senjata yang dimediasi Qatar dan Mesir. Koridor Morag dan Rafah menjadi titik krusial dalam pembicaraan ini. (Licencjodawca)

Negosiasi gencatan senjata antara Hamas dan Israel kembali memasuki babak krusial. Kali ini, sorotan tertuju pada peta kendali militer yang diajukan Israel melalui mediator Qatar dan Mesir. 

Hamas tengah menelaah peta-peta terbaru tersebut yang menampilkan perubahan signifikan dibandingkan usulan sebelumnya, namun tetap menyisakan kehadiran militer Israel di sejumlah titik strategis di Gaza.

Sumber yang dekat dengan proses negosiasi mengungkapkan bahwa Hamas kini sedang melakukan konsultasi internal serta berdiskusi dengan faksi-faksi Palestina lainnya. 

Fokus utamanya adalah mengevaluasi peta kendali militer yang kini mencakup wilayah yang lebih kecil, namun tetap menyimpan sengketa besar: kehadiran Israel di Koridor Morag dan Rafah.

“Hamas telah memulai konsultasi internal untuk mengevaluasi peta-peta tersebut dan sedang berdiskusi dengan faksi-faksi Palestina lainnya,” kata seorang pejabat yang terlibat dalam proses negosiasi. 

Di saat yang sama, Israel mengklaim telah menunjukkan fleksibilitas, meski menyebut bahwa Hamas belum memberi respons terhadap proposal terbaru.

Peta versi terbaru yang ditawarkan kepada Hamas mencakup sebagian besar Beit Hanoun di utara, separuh Rafah di selatan, serta permukiman Huzaa dan Abasan di sekitar Khan Younis. Selain itu, sebagian besar distrik Shujaiyya di Kota Gaza juga masih berada dalam bayang-bayang militer Israel. 

Ini merupakan revisi dari peta sebelumnya, di mana Israel mempertahankan kendali penuh atas Beit Hanoun, Beit Lahiya, seluruh Rafah, sebagian besar Khan Younis, hingga wilayah perbatasan.

Hamas sendiri menuntut penarikan total pasukan Israel ke batas yang disepakati pada Januari 2025, yaitu antara 390 hingga 1.100 meter dari perbatasan. Ini menjadi titik krusial karena menyangkut wilayah-wilayah yang dianggap sensitif secara militer dan simbolis oleh kedua pihak.

Negosiasi yang berlangsung di Doha disebut telah menyelesaikan banyak isu penting, termasuk mekanisme pembebasan tahanan Palestina secara bertahap. 

Namun dua isu utama masih menjadi ganjalan: kehadiran Israel di Koridor Morag, jalur sempit antara Rafah dan Khan Younis yang dianggap vital secara strategis, serta status kota Rafah yang sebagian besar masih dikontrol Israel.

Presiden AS Donald Trump yang terlibat langsung dalam proses diplomasi menyatakan bahwa Israel telah menyetujui gencatan senjata selama 60 hari. “Washington puas dengan kemajuan yang telah dicapai sejauh ini,” ujar Trump setelah bertemu Perdana Menteri Qatar. 

Pertemuan tersebut disebut sebagai titik balik dalam dinamika negosiasi, menurut salah satu diplomat Arab yang terlibat langsung.

Meski sinyal positif mulai tampak, Hamas belum mengeluarkan tanggapan resmi atas peta terbaru. “Ada sinyal-sinyal yang menjanjikan bahwa kesepakatan dapat dicapai dalam dua minggu,” ungkap media Israel Yediot Ahronot. 

Namun di saat yang sama, saluran publik Israel KAN melaporkan bahwa pihak Hamas masih belum memberikan jawaban atas proposal terbaru yang mereka terima.

Klaim dari seorang pejabat Israel juga mempertegas ketegangan ini. “Kami telah menunjukkan fleksibilitas, tetapi Hamas tidak merespons,” katanya. Bahkan, salah satu proposal revisi yang sempat diajukan Hamas disebut “tidak dapat diterima” oleh pihak Israel.

Di sisi lain, para mediator Arab menyebut bahwa sebagian besar isu terkait pengerahan pasukan Israel sebenarnya telah diselesaikan. “Tinggal beberapa masalah yang tersisa,” ujar perwakilan negara mediator Arab.

Sementara itu, data dari sumber-sumber kemanusiaan menunjukkan bahwa lebih dari 58.000 warga Palestina telah meninggal dunia sejak pecahnya konflik pada Oktober 2023. 

Saat ini, sekitar 65% wilayah Gaza berada di bawah kendali militer Israel. Kondisi kemanusiaan di lapangan pun kian memburuk, dengan minimnya pasokan makanan, obat-obatan, hingga lumpuhnya layanan rumah sakit.

Meskipun masih terdapat perbedaan mencolok, baik Hamas maupun Israel sama-sama memberikan sinyal “optimisme hati-hati”. 

Delegasi Israel tetap dijadwalkan melanjutkan pembicaraan di Doha dalam beberapa hari ke depan, dengan harapan ada titik temu terkait peta kendali militer dan skema pembebasan tahanan.

Jika kesepakatan tidak tercapai dalam waktu dekat, Hamas memperingatkan bahwa mereka tidak akan kembali ke meja perundingan untuk kesepakatan parsial. Artinya, peluang untuk rencana pembebasan 10 sandera yang tengah dibahas juga bisa ikut runtuh.