PT Garuda Indonesia Tbk bersama Citilink Indonesia mendapat suntikan modal segar sekitar US$400 juta atau setara Rp6,56 triliun dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
Dana ini bukan untuk membeli armada baru, melainkan diprioritaskan untuk membenahi pesawat-pesawat yang saat ini banyak terparkir dan tidak bisa beroperasi.
CEO Danantara Rosan Roeslani menyebut, suntikan dana ini mendesak karena sebagian besar pesawat Garuda dan Citilink harus menjalani perawatan sebelum kembali melayani rute penerbangan.
“Kita belum lama menginjeksi, memberikan pinjaman ke Garuda kurang lebih US$400 juta, dan itu hanyalah baru sebagian. Itu untuk maintenance dan repairment karena banyak sekali pesawat dari Citilink maupun Garuda yang sudah di-grounded,” ujar Rosan.
Masalah armada ini cukup serius. Banyak pesawat yang tidak terbang, tetapi biaya sewa atau leasing tetap berjalan. Kondisi ini menambah beban keuangan perusahaan yang sudah lama tertekan.
Rosan menegaskan, prioritas utama adalah mengaktifkan kembali pesawat agar bisa menghasilkan pendapatan, bukan terus menjadi beban.
“Di-grounded tidak bisa terbang padahal kita tetap bayar leasing-nya. Nah, itu kita bilang dibenarkan dulu supaya mereka bisa terbang. Karena sekarang Garuda average terbang pesawatnya itu per hari baru 5 jam, idealnya 12 jam,” katanya.
Kondisi Garuda sendiri memang belum sepenuhnya pulih. Perusahaan sempat menanggung utang yang melonjak dari Rp20 triliun menjadi Rp70 triliun, dengan kerugian US$2,5 miliar pada 2020.
Saat itu, pendapatan hanya sekitar US$50 juta per bulan, sedangkan biaya operasional mencapai tiga kali lipat, membuat arus kas perusahaan negatif hingga US$100 juta setiap bulan.
Suntikan modal ini diharapkan bisa jadi langkah awal sebelum manajemen menuntaskan persoalan yang lebih besar, mulai dari negosiasi utang dengan kreditor hingga mencari investor strategis.
Danantara sendiri berperan sebagai lembaga investasi milik negara yang membantu BUMN mendapatkan pendanaan tanpa membebani APBN.
Selain perbaikan pesawat, langkah lain yang masih dibahas termasuk private placement dengan calon investor dari Timur Tengah senilai US$300-400 juta, hingga opsi restrukturisasi utang dan efisiensi rute domestik.
Dengan armada yang kembali beroperasi penuh, Garuda dan Citilink diharapkan bisa memaksimalkan jam terbang dan meningkatkan pendapatan dari penumpang, kargo, maupun charter.
Namun, para analis menilai keberhasilan langkah ini akan sangat bergantung pada keberlanjutan restrukturisasi keuangan dan kemampuan manajemen menekan biaya. Tanpa itu, suntikan modal hanya akan jadi penambal sementara, bukan solusi jangka panjang.

0Komentar