Tiongkok mengirim surat resmi ke Sekjen PBB yang menuduh Jepang mengancam intervensi bersenjata atas isu Taiwan, memicu perluasan tekanan diplomatik, ekonomi, dan budaya di tengah memanasnya hubungan kedua negara. | Anadolu Agency


Tiongkok membawa ketegangan diplomatiknya dengan Jepang ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat (21/11), setelah Duta Besar Tiongkok untuk PBB, Fu Cong, mengirimkan surat resmi kepada Sekretaris Jenderal António Guterres. 

Dalam dokumen yang akan diedarkan ke seluruh negara anggota Majelis Umum itu, Beijing menuduh Tokyo mengancam “intervensi bersenjata” atas Taiwan dan memperingatkan adanya konsekuensi militer jika Jepang mengambil langkah tersebut. 

Surat itu merespons pernyataan Perdana Menteri Jepang, Sanae Takaichi, pada 7 November lalu yang menyinggung kemungkinan pengerahan kekuatan Jepang jika terjadi serangan Tiongkok terhadap Taiwan.

Pernyataan Takaichi muncul saat sesi parlemen di Tokyo. Ia menyebut blokade atau aksi militer Tiongkok terhadap Taiwan dapat dikategorikan sebagai “situasi yang mengancam kelangsungan hidup Jepang”, sebuah status hukum yang dapat membuka jalan bagi penggunaan Pasukan Bela Diri berdasarkan aturan pertahanan kolektif Jepang. 

Pernyataan tersebut dianggap sebagai pergeseran dari ambiguitas strategis yang selama beberapa dekade dijaga oleh para pemimpin Jepang dalam isu Taiwan, menurut laporan The New York Times dan The Independent.

Reaksi keras langsung muncul dari Beijing. Konsul Jenderal Tiongkok di Osaka, Xue Jian, memicu kontroversi setelah mengunggah komentar bernada ancaman terhadap Takaichi di media sosial sebelum akhirnya dihapus. 

Pemerintah Jepang mengecam unggahan tersebut dan meminta klarifikasi, sementara otoritas Tiongkok menyatakan itu merupakan pendapat pribadi. Di sisi lain, Takaichi menolak menarik ucapannya dan menyebut pernyataannya selaras dengan posisi resmi pemerintah.

Isi surat dan respons internasional

Dalam surat yang disampaikan kepada PBB, Fu Cong menilai pernyataan Takaichi sebagai “pelanggaran serius terhadap hukum internasional” dan menyebutnya sebagai provokasi terhadap Tiongkok. 

Ia menegaskan bahwa jika Jepang “berani mencoba intervensi bersenjata” di Selat Taiwan, maka langkah itu akan dianggap sebagai agresi dan Tiongkok akan menggunakan hak bela diri sesuai Piagam PBB.

Kementerian Luar Negeri Jepang belum memberikan tanggapan resmi atas surat tersebut. Namun, Duta Besar Amerika Serikat untuk Jepang, Rahm Emanuel, mengatakan bahwa Washington memandang situasi ini sebagai bentuk pemaksaan ekonomi oleh Tiongkok terhadap Jepang dan menyatakan dukungan pada posisi Tokyo, sebagaimana dilaporkan Reuters.

Presiden Taiwan, Lai Ching-te, ikut menanggapi dengan menyebut tindakan Beijing sebagai “pukulan bagi perdamaian dan stabilitas di Indo-Pasifik”. Ia meminta Tiongkok menahan diri dan menghindari langkah yang dapat memicu ketegangan regional.

Pemaksaan ekonomi dan langkah balasan Beijing

Sejak polemik pernyataan Takaichi mencuat, Tiongkok memperluas tekanan ekonomi terhadap Jepang. Pada 14 November, Beijing mengeluarkan peringatan perjalanan yang meminta warga Tiongkok menghindari Jepang. 

Kebijakan itu memengaruhi sektor pariwisata Jepang yang tercatat menerima sekitar 7,5 juta wisatawan Tiongkok sepanjang Januari–September 2025, seperti dikutip Al Jazeera.

Maskapai Tiongkok kemudian memberikan opsi pembatalan atau perubahan jadwal secara gratis untuk penerbangan menuju Jepang. Dua hari setelahnya, Tiongkok kembali memberlakukan larangan penuh atas impor makanan laut Jepang, hanya beberapa hari setelah mencabut sebagian pembatasan terkait pembuangan air limbah Fukushima pada 2023. 

China merupakan pasar terbesar bagi ekspor makanan laut Jepang, menyumbang lebih dari seperlima total pengiriman.

Di sektor budaya, otoritas Tiongkok membatalkan sedikitnya selusin konser musisi Jepang di kota-kota besar dan meminta promotor menunda seluruh kegiatan terkait artis Jepang hingga akhir 2025. 

Rilis dua film Jepang ditangguhkan, sementara pertemuan trilateral menteri kebudayaan Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan dibatalkan. Reuters dan CNBC melaporkan bahwa pembatalan tersebut dilakukan secara mendadak dengan instruksi tertutup kepada promotor lokal.

Ketegangan juga merembet ke ranah maritim. Pada 16 November, kapal penjaga pantai Tiongkok menggelar “patroli penegakan hak” di sekitar Kepulauan Senkaku, wilayah yang dikelola Jepang namun diklaim sebagai Kepulauan Diaoyu oleh Tiongkok. Kegiatan itu memicu protes dari Tokyo dan menambah daftar eskalasi dalam beberapa pekan terakhir.

Risiko ekonomi dan dampak bilateral

Krisis ini menjadi salah satu yang paling serius dalam hubungan China–Jepang dalam beberapa tahun terakhir. Nilai perdagangan kedua negara pada 2024 mencapai sekitar US$277 miliar. 

Jepang mengekspor peralatan industri, semikonduktor, dan kendaraan senilai US$125 miliar ke Tiongkok, sementara impor dari Tiongkok mencapai US$152 miliar, menurut data OEC dan Trading Economics.

Sejauh ini belum ada sinyal penurunan tensi dari kedua pihak. PBB juga belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait surat yang dikirimkan Beijing. Sementara itu, komunitas internasional mencermati perkembangan terbaru yang dapat berdampak pada dinamika keamanan dan ekonomi kawasan Asia Timur.