Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) hulu migas di Indonesia masih harus melalui sekitar 140 proses perizinan lintas 17 kementerian dan lembaga, dengan waktu penyelesaian antara 3 hingga 24 bulan. Kondisi ini kembali disorot pada Jumat (21/11/2025) setelah ReforMiner Institute menilai kerumitan perizinan menjadi salah satu faktor yang menghambat minat investasi di sektor hulu migas.
Situasi tersebut berlangsung di tengah upaya pemerintah memperkuat iklim investasi melalui Undang-Undang Cipta Kerja dan sejumlah aturan turunan Kementerian ESDM.
Namun, menurut para analis, penyederhanaan yang sudah berjalan lebih banyak menyasar aspek legalitas usaha, sementara hambatan teknis muncul setelah kontrak production sharing contract (PSC) ditandatangani.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, menyebutkan bahwa platform perizinan seperti ODSP dan OSS masih belum mengakomodasi seluruh izin yang melibatkan banyak kementerian.
“Masalah utama masih terdapat di tahap operasional setelah kontrak PSC ditandatangani, di mana ODSP dan OSS belum mencakup semua izin yang melibatkan berbagai kementerian,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Perbandingan internasional memperlihatkan posisi Indonesia kurang kompetitif. Studi IPA dan Wood Mackenzie (2023) menyatakan Indonesia membutuhkan izin dari 17 lembaga, jauh lebih banyak dibandingkan Brasil yang hanya melibatkan dua lembaga, Norwegia empat, Malaysia satu, Amerika Serikat tiga, dan Nigeria tiga lembaga.
Selain panjangnya prosedur, pelaku usaha juga menghadapi pengawasan administratif yang ketat, inkonsistensi regulasi, serta perubahan kebijakan yang mengikuti siklus politik lima tahunan.
Di sisi lain, data menunjukkan investasi hulu migas tetap mencatatkan pertumbuhan. Laporan IHS Markit S&P Global pada Juni 2025 mencatat peringkat daya tarik investasi Indonesia naik dari di bawah 4,75 pada 2021 menjadi 5,35 pada 2025.
Nilai investasi sektor ini meningkat dari US$10,5 miliar pada 2020 menjadi US$14,4 miliar pada 2024, dan diperkirakan mencapai US$16,5 miliar pada 2025.
ReforMiner Institute merekomendasikan agar ODSP dikembangkan menjadi sistem perizinan terintegrasi penuh yang melibatkan seluruh kementerian dan lembaga melalui SKK Migas atau BKPM. Institusi tersebut juga menilai dibutuhkan payung hukum yang menetapkan batas waktu penyelesaian dan key performance indicator antar lembaga agar proses perizinan lebih terukur.
Penyederhanaan izin teknis dinilai dapat dilakukan dengan mendelegasikan sebagian kewenangan dari tingkat menteri ke birokrasi di bawahnya atau kepada SKK Migas.

0Komentar