Pertamina masih menunggu regulasi pemerintah sebelum memulai impor minyak mentah dari Amerika Serikat yang ditargetkan berjalan pada Desember 2025, bagian dari negosiasi tarif resiprokal dengan AS. | Titan

PT Pertamina (Persero) menyebut masih menunggu terbitnya regulasi pemerintah sebelum memulai impor minyak mentah dari Amerika Serikat yang ditargetkan berjalan pada Desember 2025. Kepastian itu disampaikan Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri usai menghadiri agenda di Kompleks DPR RI, Jakarta, Rabu (19/11/2025). 

Rencana impor tersebut merupakan bagian dari negosiasi tarif resiprokal antara Indonesia dan pemerintahan Presiden AS Donald Trump.

Pertamina menyatakan belum dapat memastikan jadwal pemuatan pertama karena belum ada aturan pelaksana yang diterbitkan pemerintah. Menurut Simon, persiapan teknis di kilang domestik tetap dilakukan agar perusahaan siap mengolah minyak mentah asal AS. 

“Masih menunggu peraturan. Ya kita harus siap,” ujarnya. Ia menambahkan, “Yang penting kita siapkan semua kemungkinan.”

Pemerintah sebelumnya mengonfirmasi bahwa rencana impor ini berkaitan langsung dengan kebijakan reciprocal tariff. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan pemerintah sedang menyusun Peraturan Presiden (Perpres) yang memungkinkan Pertamina membeli produk energi dari perusahaan AS tanpa proses lelang. Ketentuan ini berlaku khusus untuk transaksi dengan perusahaan AS sebagai bagian dari paket negosiasi perdagangan kedua negara.

“Karena ini bagian dari reciprocal tariff. Jadi ini hanya untuk perusahaan AS, tanpa bidding,” kata Airlangga dalam konferensi pers 13th US-Indonesia Investment Summit di Jakarta, Senin (17/11/2025).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebut impor minyak dari AS kemungkinan mulai berjalan pada Desember 2025. 

Ia mengatakan, setelah impor LPG dari AS berlangsung stabil, pengadaan minyak mentah akan menjadi tahap berikutnya. “Kalau LPG kan sudah berjalan, kemudian minyak kemungkinan besar di Desember ini sudah bisa ada yang start dari sana,” ujarnya.

Dalam rangka negosiasi tarif, Indonesia berkomitmen mengimpor sekitar 15 juta barrel of oil equivalent (boe) atau senilai US$15 miliar dari AS. Pemerintah berharap langkah ini memperkuat posisi Indonesia di tengah pembahasan penyesuaian tarif, termasuk tarif masuk terhadap sejumlah komoditas ekspor Indonesia ke AS. 

Saat ini, AS mengenakan tarif 19 persen untuk sejumlah produk Indonesia, turun dari 32 persen setelah rangkaian negosiasi awal.

Sebagai tindak lanjut, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) telah menandatangani nota kesepahaman dengan tiga perusahaan energi AS, ExxonMobil, Chevron, dan KDT Global Resource LLC untuk pengadaan feedstock serta kerja sama pengembangan kilang. Pertamina menyebut kerja sama tersebut bersifat business to business dan akan disesuaikan dengan kebutuhan pasokan.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor minyak mentah Indonesia dari AS pada 2024 mencapai US$430,9 juta dari total impor migas senilai US$36,27 miliar. Sementara itu, AS menjadi pemasok LPG terbesar Indonesia dengan volume 3,94 juta ton senilai US$2,03 miliar pada tahun yang sama.

Pemerintah Indonesia dan AS menargetkan seluruh proses pembahasan tarif rampung pada 2025. Sejumlah komoditas Indonesia seperti minyak kelapa sawit (CPO), karet, teh, dan kopi disebut akan memperoleh pembebasan tarif masuk ke AS sebagai bagian dari paket kesepakatan dagang.