SKK Migas mengusulkan agar pendapatan sektor hulu migas dialokasikan kembali untuk kegiatan eksplorasi guna mengatasi keterbatasan dana dan mendukung target produksi nasional 2030. (KP)

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengusulkan agar sebagian pendapatan sektor hulu migas dialokasikan kembali untuk membiayai kegiatan eksplorasi. 

Usulan ini disampaikan Kepala SKK Migas Djoko Siswanto dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR RI di Jakarta, Rabu (12/11/2025). Langkah tersebut dinilai perlu untuk mengatasi keterbatasan dana yang selama ini menghambat pencarian cadangan baru.

Djoko menjelaskan, anggaran eksplorasi migas Indonesia saat ini hanya sekitar US$1 miliar per tahun, jumlah yang dianggap terlalu kecil untuk menggarap potensi 128 cekungan migas di Tanah Air. 

Dari jumlah itu, 65 cekungan belum pernah dieksplorasi. “Dari 128 cekungan, baru 20 yang berproduksi, sisanya masih berupa discovery atau baru indikasi hidrokarbon,” kata Djoko dalam rapat tersebut.

Ia menambahkan, minimnya eksplorasi juga disebabkan oleh ketiadaan dukungan perbankan nasional. “Tidak satu pun bank dalam negeri yang mau membiayai eksplorasi karena risikonya besar,” ujarnya. 

Kondisi ini, lanjut Djoko, menjadi salah satu hambatan utama dalam mencapai target produksi nasional 1 juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (BSCFD) pada 2030.

Meski menghadapi kendala pembiayaan, SKK Migas mencatat peningkatan signifikan dalam tingkat keberhasilan eksplorasi. “Indeks penemuan migas sekarang mencapai 30 persen, artinya dari 10 sumur yang dibor, tiga berpotensi menghasilkan temuan,” ujar Djoko seperti dikutip dari CNBC Indonesia.

Dalam kesempatan yang sama, SKK Migas juga mendorong pemerintah mempelajari model pembiayaan dari Inggris dan Malaysia. Menurut Djoko, kedua negara pernah menggunakan sebagian besar pendapatan hulu migas untuk mendanai eksplorasi baru. 

“Inggris berhasil menemukan ladang besar di North Sea setelah seluruh revenue hulu migasnya digunakan untuk eksplorasi. Petronas di Malaysia juga menerapkan pola serupa,” tuturnya.

Djoko menilai skema tersebut bisa dijadikan referensi dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Migas yang tengah disiapkan pemerintah dan DPR. 

Ia berharap kebijakan baru nantinya dapat memperkuat pendanaan eksplorasi agar produksi migas nasional tetap berkelanjutan dan mendukung kemandirian energi Indonesia.