![]() |
| KAI menjajaki penggunaan lokomotif bertenaga baterai dari China sebagai langkah modernisasi armada dan pengurangan emisi transportasi di Indonesia. (PT. KAI) |
Indonesia tengah mempercepat transisi menuju transportasi ramah lingkungan dengan menjadikan China sebagai acuan utama, baik dalam sistem perkeretaapian maupun kendaraan listrik. Upaya ini terlihat dari kunjungan kerja pejabat tinggi Indonesia ke China pekan ini serta lonjakan penjualan kendaraan elektrifikasi di pasar domestik.
Direktur PT Kereta Api Indonesia (KAI) Bobby Rasyidin, yang mendampingi Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi dalam kunjungan ke Beijing dan sejumlah kota lain, menyebut China sebagai referensi utama karena kemajuan teknologinya dinilai paling pesat di dunia.
“Tujuan kunjungan ke China ini adalah untuk belajar, bermitra, dan mempercepat pengembangan jaringan kereta penumpang maupun logistik di Indonesia,” ujar Bobby di Beijing, seperti dikutip dari Antara.
Dalam lawatan tersebut, KAI menjajaki penggunaan lokomotif bertenaga baterai sebagai bagian dari modernisasi armada dan langkah menekan emisi.
“Kalau mobil listrik disebut EV, maka kereta listrik ini disebut e-train. Teknologi ini dapat meningkatkan efisiensi layanan, menurunkan biaya operasional, serta memperkuat program hijau KAI,” kata Bobby.
Saat ini sebagian besar lokomotif KAI masih menggunakan mesin diesel. Perusahaan menargetkan peralihan bertahap menuju sistem elektrifikasi dan kereta berbasis baterai.
Di China, e-lokomotif sudah digunakan secara luas dan mampu beroperasi mandiri tanpa terhubung ke jaringan listrik di atas rel. Meski demikian, Bobby menegaskan belum ada kesepakatan pembelian rangkaian baru dari pihak China.
Langkah ini sejalan dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto pada 4 November 2025 yang meminta KAI menambah 30 titik rel dan rangkaian kereta baru dalam satu tahun. Presiden juga menyetujui anggaran Rp5 triliun untuk pengadaan 30 rangkaian KRL baru, naik dari pengajuan awal Rp4,8 triliun.
“Kalau untuk rakyat banyak, saya tidak ragu-ragu,” ujar Prabowo saat meresmikan Stasiun Tanah Abang.
Di sisi lain, sektor otomotif nasional juga menunjukkan pergeseran cepat ke kendaraan listrik. Produsen asal China, BYD, mencatat lonjakan penjualan hingga 377 persen pada Oktober 2025 dengan total 9.723 unit, menempatkannya di posisi tiga besar merek mobil terlaris di Indonesia, menurut data Katadata dan Kompas. Secara kumulatif, penjualan BYD sepanjang Januari–Oktober 2025 mencapai 31.046 unit.
Perwakilan Chery, Zeng Shuo, menilai perkembangan kendaraan energi baru di Indonesia mirip dengan fase awal adopsi mobil listrik di China.
“Kami melihat tren menarik di Indonesia, terutama pada mobil listrik dan hybrid. Meskipun pasar otomotif melambat, pangsa untuk kendaraan listrik justru meningkat,” ujarnya kepada Kompas.
Zeng menambahkan, penetrasi kendaraan listrik di China kini telah menembus lebih dari 50 persen dari total penjualan mobil dalam 15 tahun terakhir. “Ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah menerima dan menyukai teknologi baru,” katanya.

0Komentar