Presiden Rusia Vladimir Putin memimpin sebuah pertemuan mengenai poin-poin utama program persenjataan negara untuk periode 2027-2036, di Kremlin, Moskwa, Rusia, 11 Juni 2025. | Sputnik/Vyacheslav Prokofyev/Pool melalui REUTERS

Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan bahwa Moskwa bersedia menghentikan operasi militernya di Ukraina jika pasukan Ukraina menarik diri dari wilayah yang diklaim Rusia. Pernyataan itu disampaikan dalam kunjungan resmi di Kirgistan, Kamis (28/11/2025), di tengah meningkatnya tekanan diplomatik terkait perang yang memasuki tahun keempat.

“Jika pasukan Ukraina meninggalkan wilayah-wilayah yang mereka kuasai, maka kami akan menghentikan operasi tempur. Jika tidak, maka kami akan mencapainya dengan cara militer,” ujar Putin, dikutip AFP dan Al-Arabiya.

Rusia saat ini menguasai sekitar seperlima wilayah Ukraina, terutama di kawasan timur dan selatan. Putin sebelumnya mengklaim angkatan bersenjata Rusia telah membebaskan hampir 5.000 kilometer persegi wilayah sepanjang tahun 2025. 

“Tahun ini kami telah membebaskan hampir 5.000 kilometer persegi wilayah dan 212 lokasi,” kata Putin dalam pidato ulang tahunnya yang ke-73 pada 7 Oktober 2025..

Rencana perdamaian Washington

Di tengah eskalasi militer, Amerika Serikat mendorong rencana perdamaian baru yang sedang dibahas bersama Kyiv dan Moskwa. Reuters melaporkan bahwa Washington menyodorkan dokumen 28 poin yang mengusulkan Ukraina mundur dari sebagian wilayah Donetsk serta mengurangi kapasitas militernya secara signifikan. Rencana tersebut juga memuat pengakuan de facto terhadap Donetsk, Luhansk, dan Krimea sebagai wilayah Rusia.

Usulan tersebut disebut menuai kritik keras dari Kyiv dan sejumlah sekutu Eropa karena dinilai terlalu menguntungkan Rusia. Laporan Al-Jazeera menyebut rancangan awal rencana itu dianggap sebagai “daftar keinginan Kremlin”. Dokumen tersebut kemudian direvisi agar memasukkan jaminan keamanan dari AS dan NATO serta penambahan buffer zone untuk menghindari eskalasi ulang.

Selain pembahasan wilayah, agenda rencana damai juga mencakup pertukaran tahanan dan bantuan kemanusiaan. Washington Post menuliskan bahwa diplomasi intensif yang sedang berlangsung masih menghadapi hambatan besar, terutama terkait syarat penyerahan wilayah.

Sikap Ukraina dan perdebatan jaminan keamanan

Pemerintah Ukraina menegaskan menolak syarat yang mewajibkan penyerahan wilayah sebagai dasar perjanjian damai. Kyiv juga menuntut jaminan keamanan jangka panjang dari negara Barat untuk mencegah agresi baru Rusia di masa mendatang.

Reuters pada 24 November 2025 melaporkan bahwa Ukraina meminta jaminan keamanan yang mengikat dari AS dan NATO, sementara Rusia bersikeras harus dilibatkan dalam mekanisme tersebut, posisi yang dianggap tidak dapat diterima Kyiv maupun sekutu Barat.

Putin, dalam wawancaranya dengan Al-Jazeera pada 28 November 2025, menyebut dirinya siap memberikan jaminan tertulis bahwa Rusia tidak akan menyerang negara Eropa lain, namun menilai rencana damai AS masih menyisakan masalah besar terkait pengakuan wilayah.

Jalur diplomasi tetap terbuka

Sebelumnya, Putin telah menyampaikan kesiapan berunding langsung tanpa prasyarat pada konferensi pers di Istanbul, 15 Mei 2025. “Kami bertekad untuk melakukan perundingan serius untuk menghilangkan akar penyebab konflik dan membangun perdamaian jangka panjang,” ujar Putin saat itu.

Meski berbagai agenda diplomasi terus berjalan, operasi militer Rusia di Ukraina timur tetap berlangsung dengan tempo lambat namun konsisten. Sejauh ini belum ada indikasi kapan dan bagaimana kedua pihak dapat mencapai titik kompromi terkait batas wilayah dan jaminan keamanan.