Kemenlu RI membuka peluang impor daging halal dari Mongolia dalam forum bisnis di Ulan Bator. Indonesia menilai potensi pasokan daging Mongolia di tengah kebutuhan daging halal yang meningkat.

Kementerian Luar Negeri RI membuka peluang kerja sama perdagangan untuk ekspor daging halal dari Mongolia ke Indonesia dalam forum bisnis Expanding Horizons in Trade and Investment yang berlangsung di Ulan Bator, Rabu. 

Inisiatif ini digagas sebagai respons atas meningkatnya kebutuhan daging sapi dan domba di Indonesia serta upaya memperluas akses pasar bagi Mongolia menjelang peringatan 70 tahun hubungan diplomatik pada 2026.

Indonesia, dengan populasi muslim terbesar di dunia, disebut memiliki permintaan daging halal yang terus naik. Sekretaris Direktorat Jenderal Hubungan Ekonomi dan Kerja Sama Pembangunan Kemenlu RI, Dyah Lestari Asmarani, menjelaskan bahwa pasar domestik membutuhkan pasokan tambahan untuk memenuhi kebutuhan industri maupun konsumsi rumah tangga. 

Data BPS menunjukkan impor daging Indonesia mencapai 238.430 ton pada 2023, didominasi Australia dan India. Sejalan dengan itu, Indonesia juga tengah memperkuat regulasi sertifikasi halal melalui BPJPH yang mewajibkan produk impor termasuk daging memiliki sertifikat halal dari lembaga luar negeri yang diakui, serta pendaftaran melalui sistem SiHalal sebelum bisa masuk ke pasar domestik.

Di sisi lain, Mongolia memiliki potensi besar di sektor peternakan. Negara tersebut tercatat memiliki 58 juta ekor ternak dengan produksi 450 ribu ton daging per tahun, didominasi domba, kambing, dan sapi. 

Namun ekspor dagingnya baru mencapai 48 ribu ton, sebagian besar ke China dan Iran. Di tengah peluang tersebut, Mongolia menghadapi beberapa tantangan struktural, antara lain kapasitas cold storage yang terbatas, infrastruktur logistik yang belum merata, serta kebutuhan peningkatan standar higienitas pemrosesan daging. 

Sekretaris Jenderal Kamar Dagang Nasional Mongolia, Saruul Bulgan, menyebut Mongolia membutuhkan asistensi terkait sertifikasi halal agar dapat memasuki pasar Indonesia.

Forum bisnis yang diinisiasi KBRI Beijing itu dihadiri pejabat pemerintah, pelaku industri, dan kamar dagang Mongolia. Duta Besar RI untuk Tiongkok dan Mongolia, Djauhari Oratmangun, menyebut perdagangan bilateral kedua negara meningkat 93,24 persen antara 2022 hingga 2024, mencapai US$28,6 juta.

“Kita memiliki kesempatan menghasilkan kerja sama konkret menjelang 70 tahun hubungan diplomatik tahun depan,” ujar Dyah dalam forum tersebut.

Selain daging halal, Pemerintah Mongolia juga menyampaikan minat untuk meningkatkan ekspor kasmir, wol, kulit, buah beri liar organik, dan kacang pinus ke Indonesia. 

Produk kasmir Mongolia selama ini dikenal sebagai komoditas premium, sementara permintaan barang fesyen mewah di Indonesia terus tumbuh seiring naiknya kelas menengah. 

Direktur Jenderal Kerja Sama Ekonomi dan Perdagangan Mongolia, Ulziisaikhan Ganbold, menjelaskan bahwa pasar Indonesia menjadi ruang baru yang potensial bagi industri tekstil dan produk alam Mongolia.