![]() |
| Raksasa sawit Malaysia mengalihkan ribuan hektare lahan untuk pusat data dan ladang surya di tengah lonjakan investasi AI dan meningkatnya kebutuhan energi komputasi. | Bloomberg |
Raksasa perkebunan kelapa sawit Malaysia mengalihkan sebagian besar kepemilikan lahannya untuk proyek pusat data dan ladang tenaga surya, seiring masuknya investasi global bernilai miliaran dolar ke sektor infrastruktur kecerdasan buatan di negara tersebut.
Menurut laporan The Straits Times, Langkah ini berlangsung sepanjang empat tahun terakhir di berbagai lokasi perkebunan besar di Malaysia, ketika permintaan energi untuk komputasi AI meningkat tajam dan kapasitas pusat data nasional diproyeksikan melonjak hingga 2035.
Malaysia tercatat sebagai pasar pusat data dengan pertumbuhan tercepat di Asia-Pasifik pada 2024, dengan sekitar 40 persen kapasitas yang direncanakan di Asia Tenggara diarahkan ke negara tersebut.
Investasi pusat data mencapai US$34 miliar sejak 2020, termasuk komitmen Google sebesar US$2 miliar, Microsoft US$2,2 miliar, dan Amazon US$6,2 miliar. Pemerintah menargetkan 81 pusat data beroperasi pada 2035, sejalan dengan perluasan jaringan infrastruktur digital.
SD Guthrie Bhd., perusahaan kelapa sawit dengan penguasaan lebih dari 340.000 hektar lahan, telah mengalokasikan 10.000 hektar untuk ladang surya dan kawasan industri dalam sepuluh tahun ke depan.
Perusahaan menargetkan satu gigawatt kapasitas surya dalam tiga tahun, cukup untuk menopang hingga 10 pusat data hiperskala. Manajemen menyebutkan bisnis energi dan kawasan industri dapat menyumbang sepertiga laba perusahaan pada akhir dekade.
“Di sinilah kami dapat memainkan peran penting dan signifikan dalam ekosistem ini,” ujar Direktur Pelaksana Grup SD Guthrie, Mohamad Helmy Othman Basha, dalam laporan Malay Mail.
Ia menjelaskan kebutuhan listrik pusat data diperkirakan mencapai setidaknya lima gigawatt pada 2035, atau hampir 20 persen kapasitas pembangkit nasional saat ini.
Pesaing utama mengikuti langkah serupa. Kuala Lumpur Kepong (KLK) meluncurkan KLK TechPark seluas 1.500 acre di Perak dengan BYD sebagai penyewa utama, serta merencanakan kawasan kedua yang hampir dua kali lebih besar di Johor. IOI Corporation juga mengalokasikan lahan perkebunannya di Johor untuk proyek surya dengan target kapasitas minimal 300 megawatt.
Arus investasi sebagian didorong oleh moratorium pusat data di Singapura yang membuat operator ekspansi ke Johor. Namun, beban infrastruktur mulai terlihat. Sedenak Tech Park di Johor meminta calon penyewa menunggu hingga kuartal IV 2026 untuk sambungan air dan listrik.
Krisis air yang melanda wilayah tersebut sebelumnya menyebabkan penutupan instalasi pengolahan, memengaruhi pasokan bagi lebih dari setengah dari 1,7 juta penduduk Johor, menurut laporan South China Morning Post.
Kelompok lingkungan menyampaikan keberatan atas ekspansi korporasi sawit ke sektor teknologi. Greenpeace Malaysia menilai transformasi tersebut belum menyentuh persoalan mendasar industri sawit.
“Meskipun usaha-usaha ini mungkin membantu meningkatkan reputasi ESG perusahaan di atas kertas, kredibilitas bergantung pada penanganan isu inti seperti deforestasi, degradasi lahan gambut, hak pekerja, dan transparansi rantai pasokan,” kata organisasi itu dalam keterangan yang dikutip Malay Mail.
Studi sebelumnya menunjukkan sekitar 60 persen hutan hujan Kalimantan hilang antara 1973 dan 2015 akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit.

0Komentar