![]() |
| Logo dan nama Bank of China. Bank of China (BOC) adalah perusahaan jasa keuangan dan perbankan multinasional milik negara Tiongkok yang berkantor pusat di Beijing. | Freepik |
Amerika Serikat tercatat telah menerima lebih dari USD 200 miliar pinjaman dari bank-bank milik negara China dalam 25 tahun terakhir, menurut laporan AidData yang dirilis Senin (18/11) di Virginia. Temuan itu menunjukkan Washington menjadi penerima pembiayaan terbesar secara global, meski selama ini memperingatkan negara lain soal risiko kredit dari Beijing.
Laporan tersebut menguraikan bagaimana pembiayaan itu mengalir melalui jejaring perusahaan cangkang di yurisdiksi lepas pantai dan banyak diarahkan ke sektor teknologi sensitif di AS.
Jaringan pembiayaan tersembunyi
AidData menyampaikan bahwa China telah menyalurkan lebih dari US$2 triliun ke berbagai negara sepanjang 2000–2023, dua kali lipat dari estimasi sebelumnya. Temuan ini juga memperlihatkan negara-negara mana saja yang menerima aliran pembiayaan terbesar dari Beijing.
Angka itu menunjukkan pergeseran strategi, di mana pinjaman Beijing tidak lagi bertumpu pada proyek infrastruktur di negara berkembang, tetapi semakin sering mengalir ke negara berpendapatan menengah-atas dan negara maju, termasuk AS, Inggris, Jerman, dan Australia.
Sebagian besar pinjaman ke negara-negara itu dialirkan melalui perusahaan di Kepulauan Cayman, Bermuda, dan Delaware untuk menyamarkan sumber dan tujuan transaksi. AidData mencatat bahwa banyak struktur pendanaan itu sulit terlacak dalam basis data internasional karena dikaburkan melalui perjanjian kerahasiaan dan penyuntingan dokumen.
Di AS, pembiayaan China tidak hanya memberi dukungan kredit komersial kepada perusahaan besar seperti Amazon, Tesla, Boeing, dan Disney, tetapi juga mengalir ke proyek infrastruktur strategis, termasuk pusat data di Virginia Utara, terminal bandara seperti JFK, dan fasilitas energi. Sebagian lainnya diarahkan untuk mendukung akuisisi perusahaan AS oleh korporasi China.
Di sektor teknologi, pembiayaan terutama menyasar robotika, semikonduktor, dan bioteknologi. Pola tersebut meningkat signifikan setelah Beijing meluncurkan strategi Made in China 2025, yang menargetkan kemandirian teknologi tinggi. AidData mencatat porsi proyek di sektor sensitif melonjak dari 46 persen menjadi 88 persen setelah 2015.
Salah satu kasus yang diungkap adalah pinjaman US$1,2 miliar pada 2015 untuk membantu perusahaan China mengakuisisi 80 persen saham Ironshore, sebuah perusahaan asuransi AS yang menangani klien dari lembaga intelijen, termasuk CIA dan FBI. Setahun berikutnya, Export–Import Bank of China menyediakan USD 150 juta untuk pembelian produsen peralatan robotika di Michigan.
Kekhawatiran keamanan nasional
Brad Parks, direktur eksekutif AidData, menyebut situasi ini ironi besar mengingat retorika pemerintah AS selama lebih dari satu dekade.
“AS, di bawah pemerintahan Biden maupun Trump, telah menggaungkan isu ini bahwa Beijing adalah pemberi pinjaman predator. Ironinya sangat kaya,” ujarnya.
Scott Nathan, mantan kepala Korporasi Pembiayaan Pembangunan Internasional AS, menjelaskan bahwa China menggunakan berbagai mekanisme untuk menutupi aliran dana.
“Ada ketiadaan transparansi total yang menunjukkan sejauh mana upaya China, baik melalui perusahaan cangkang atau perjanjian kerahasiaan, untuk membuat sangat sulit mendapatkan gambaran lengkap ini,” katanya dalam keterangan terpisah.
Di sisi lain, William Henagan, mantan penasihat investasi Gedung Putih, menyoroti dampak strategis pembiayaan tersebut.
“Perang akan dimenangkan atau dikalahkan berdasarkan apakah Anda dapat mengendalikan produk-produk yang kritis untuk menjalankan ekonomi,” ucapnya.
Beberapa analis menilai pembiayaan lintas batas ini merupakan bagian dari economic statecraft Beijing untuk memperluas pengaruh pada sektor teknologi global. Temuan AidData memicu kembali perdebatan di Washington mengenai kerentanan rantai pasokan, aliran modal asing, hingga kepemilikan aset strategis yang sensitif.
Adaptasi Beijing di tengah pengawasan
Pengawasan pemerintah AS meningkat setelah Komite Investasi Asing di Amerika Serikat (CFIUS) diperkuat pada 2020, terutama setelah sejumlah akuisisi dengan pendanaan China memicu pertanyaan keamanan nasional.
Namun laporan menunjukkan Beijing cepat beradaptasi dengan mendirikan lebih dari 100 bank dan cabang di luar negeri dalam beberapa tahun terakhir. Langkah tersebut membuat asal-usul dana kian sulit dilacak dan memberi jalur baru untuk pembiayaan yang sebelumnya bisa diblokir oleh otoritas AS.
Peningkatan kapasitas perbankan luar negeri itu turut menambah volume arus kredit yang tidak tercatat dalam skema tradisional investasi asing. AidData menilai kondisi ini membuat pemerintah AS menghadapi tantangan baru dalam memetakan risiko strategis dari pembiayaan lintas yurisdiksi.
Keterangan dari berbagai sumber resmi dan laporan media termasuk The Washington Post dan The New York Times menunjukkan bahwa pola pinjaman lintas yurisdiksi ini telah menjadi salah satu isu paling sensitif dalam dinamika ekonomi dan keamanan AS–China.

0Komentar