![]() |
| Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Jakarta, yang sering disebut sebagai Kanwil Bea Cukai Jakarta. | Tangkapan layar Youtube bckanwiljakarta |
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengeluarkan ultimatum keras kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI pada Kamis (27/11/2025) di Jakarta.
Ia meminta waktu satu tahun untuk membenahi institusi tersebut yang dinilai sarat persoalan, sembari mengkritik kebijakan Bank Indonesia (BI) yang menyerap likuiditas perbankan hingga Rp1.000 triliun melalui instrumen moneter.
Purbaya menjelaskan bahwa pembenahan Bea Cukai menjadi prioritas karena tingginya temuan praktik under-invoicing dan lolosnya barang-barang ilegal di berbagai pelabuhan.
Dalam inspeksi ke Kantor Bea dan Cukai Tanjung Perak dan Laboratorium Bea dan Cukai Kelas II Surabaya pada 11 November 2025, ia menemukan pompa air submersible yang didaftarkan dengan nilai hanya 7 dolar AS atau sekitar Rp117.000, padahal harga pasar mencapai Rp40 juta–Rp50 juta per unit, sebagaimana diberitakan dan CNBC Indonesia.
“Kalau Bea Cukai tidak bisa memperbaiki kinerjanya dan masyarakat masih tidak puas, Bea Cukai bisa dibekukan, diganti dengan SGS seperti zaman dulu lagi,” ujar Purbaya dalam rapat, mengacu pada pembekuan Bea Cukai pada 1985 saat kewenangan dialihkan sementara kepada Société Générale de Surveillance (SGS) berdasarkan arahan Presiden Soeharto. Kewenangan penuh baru dipulihkan pada 1997 melalui Undang-Undang No. 10/1995.
Untuk mempercepat reformasi, Kementerian Keuangan mulai menerapkan teknologi artificial intelligence di pos-pos pemeriksaan guna mendeteksi under-invoicing secara real time.
Dalam sesi yang sama, Purbaya menyoroti kebijakan moneter BI yang dinilai kurang mendukung percepatan pemulihan ekonomi. Ia menyebutkan BI masih menyerap likuiditas dari perbankan sekitar Rp1.000 triliun melalui SRBI dan open market operation.
“Uang di bank sentral masih banyak. Mereka menyerap uang dari perbankan Rp1.000 triliun sekarang,” ujar Purbaya dilansir CNBC Indonesia.
Padahal, menurut Purbaya, pemerintah telah menggelontorkan dana Rp276 triliun ke perbankan, Rp200 triliun pada September dan Rp76 triliun pada 10 November 2025 namun pertumbuhan uang primer (M0 adjusted) justru melambat. Data BI menunjukkan M0 tumbuh 14,4 persen secara tahunan pada Oktober 2025, turun dari 18,6 persen pada bulan sebelumnya.
“Kan yang situ (BI) di bawah Komisi XI juga. Coba dia diketuk-ketuk sedikit biar kita bisa jalan bersama,” kata Purbaya, meminta DPR mendorong bank sentral untuk mengurangi penyerapan likuiditas. Ia menilai pertumbuhan M0 idealnya berada di kisaran 20 persen dalam kondisi ekonomi saat ini.
Purbaya menyebut perbaikan Bea Cukai dan penyesuaian kebijakan moneter perlu berjalan paralel untuk menjaga arus barang dan likuiditas domestik.
Sejauh ini, ia mengeklaim sejumlah perbaikan internal Bea Cukai mulai terlihat dalam tiga bulan terakhir, namun menekankan bahwa hasilnya tetap akan dievaluasi ketat dalam batas waktu satu tahun.

0Komentar