Beberapa pesawat Garuda Indonesia yang sedang terparkir di Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Cengkareng, Indonesia. | APLUSWIRE/Larissa Meidiana


PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menargetkan kembali mencatat laba bersih pada 2026 setelah menerima penyertaan modal sebesar Rp23,67 triliun dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara). 

Agenda tersebut disampaikan dalam paparan publik yang berlangsung di Jakarta, Kamis, 27 November 2025, ketika manajemen memaparkan rencana pemulihan operasional dan penyesuaian proyeksi bisnis grup.

Suntikan modal dilakukan melalui skema Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD), terdiri atas setoran tunai Rp17,02 triliun dan konversi utang Rp6,65 triliun. 

Manajemen menjelaskan bahwa dana tersebut dialokasikan untuk kebutuhan modal kerja sebesar Rp8,7 triliun, termasuk pemeliharaan pesawat, serta Rp14,9 triliun untuk operasional Citilink. Di dalamnya termasuk pembayaran kewajiban avtur kepada Pertamina periode 2019–2021 senilai Rp3,7 triliun.

Di sisi lain, performa keuangan perseroan masih tertekan. Hingga kuartal III-2025, Garuda Indonesia membukukan rugi bersih US$180,7 juta atau sekitar Rp3 triliun, lebih dalam dibanding periode sama tahun lalu yang sebesar US$129,6 juta. Pendapatan usaha juga turun menjadi US$2,39 miliar.

Wakil Direktur Utama Garuda Indonesia Thomas Sugiarto Oentoro mengatakan perbaikan operasional yang sedang berjalan diproyeksikan mulai terlihat pada kuartal II-2026. 

“Sekarang kami perbaiki dulu kerja dan operasi. Semoga itu bisa membawa dampak positif pada kuartal II,” ujar Thomas dalam paparan publik.

Managing Director Danantara Dony Oskaria menyampaikan keyakinan serupa. “Kita harapkan nanti di kuartal ketiga 2026 itu kita sudah melihat hasil buku Garuda sudah menjadi baik dan positif,” kata Dony dalam keterangan terpisah.

Garuda Indonesia kini menggenjot empat pilar transformasi—layanan, bisnis, operasional, dan digital. Thomas menjelaskan bahwa dari sisi digital, perusahaan memperluas kemudahan pemesanan hingga pembayaran tiket melalui aplikasi agar interaksi pelanggan lebih efisien.

Manajemen juga membuka peluang aksi korporasi lanjutan pada 2026, termasuk kemungkinan rights issue untuk memperkuat struktur bisnis grup. 

“Sejalan dengan roadmap aksi korporasi 2026 dalam penguatan kinerja bisnis secara grup, tidak menutup kemungkinan akan dilakukan aksi korporasi lanjutan,” ujar Thomas.

Sebelumnya, anak usaha Garuda, PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMFI), telah merampungkan rights issue yang melibatkan penyetoran aset lahan seluas 972.123 meter persegi dari PT Angkasa Pura Indonesia senilai Rp5,66 triliun. Aksi tersebut menjadi bagian dari upaya memperkuat kapasitas produksi dan fundamental bisnis grup.