Polemik dampak tambang Martabe mencuat usai banjir Tapanuli yang menewaskan 116 orang. Agincourt dan Walhi beradu klaim soal kerusakan DAS Batang Toru. | ANTARA FOTO/Yudi Manar

Banjir bandang yang menewaskan sedikitnya 116 orang di sejumlah wilayah Sumatera Utara memicu sorotan terhadap PT Agincourt Resources, pengelola tambang emas Martabe di Tapanuli Selatan. Peristiwa yang terjadi pada akhir November 2025 itu kembali menghadirkan perdebatan soal kerusakan ekosistem Batang Toru dan dugaan kontribusi industri ekstraktif terhadap skala bencana di kawasan tersebut.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara dan lembaga Satya Bumi menyebut pembukaan hutan di kawasan Batang Toru berlangsung masif dalam beberapa tahun terakhir. Mereka menilai perubahan tutupan lahan turut memperburuk daya dukung lingkungan. 

“Dari pencitraan satelit terbaru tahun 2025, adanya pembukaan hutan di areal harangan Tapanuli tepatnya di Kecamatan Batang Toru yang sangat masif,” kata Walhi Sumut.

Agincourt Resources membantah tudingan tersebut. Perusahaan menegaskan lokasi operasionalnya tidak berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terdampak banjir. 

“Lokasi bencana berada pada DAS Aek Ngadol, sementara tambang emas Martabe beroperasi di DAS Aek Pahu yang tidak terhubung satu sama lain,” ujar Senior Manager Corporate Communications PTAR, Katarina Siburian Hardono, dikutip dari pernyataan resmi.

Pernyataan itu dipertanyakan Walhi. Manajer Advokasi Walhi Sumut, Jaka Kelana Damanik, mengatakan konsesi perusahaan mencakup sejumlah aliran anak sungai yang terhubung dengan Sungai Batang Toru. 

“Ada juga yang mengalir ke DAS Garoga, jadi tidak bisa dilihat dari satu sisi,” ujarnya.

Dokumen AMDAL PTAR tahun 2020 mencantumkan rencana pembukaan lahan 583 hektare dan penebangan 185.884 pohon untuk ekspansi tambang. Satya Bumi juga mencatat area tambang Martabe melebar dari 509 hektare pada Januari 2022 menjadi 603,21 hektare pada Oktober 2025.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, mengatakan pemerintah akan mengecek dugaan keterkaitan aktivitas tambang dengan banjir. 

“Nanti kita cek ya,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta.

Di sisi lain, Agincourt Resources mengerahkan bantuan darurat ke lokasi terdampak. Perusahaan mendirikan empat pos penanganan bencana, mengirimkan tim medis, serta menyediakan helikopter untuk distribusi logistik ke wilayah yang masih terputus aksesnya. Sejumlah alat berat seperti ekskavator dan backhoe loader diturunkan untuk membuka jalur yang tertutup longsor.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan per 28 November 2025, total 116 orang meninggal dan 42 lainnya masih dalam pencarian. Kabupaten Tapanuli Tengah menjadi daerah dengan korban jiwa terbanyak, yakni 47 orang meninggal dan 33 dinyatakan hilang. Akses evakuasi di sejumlah lokasi masih terkendala tertutup material longsor dan rusaknya jalan antarkecamatan.