Beberapa unit ekskavator Hitachi yang sedang beroperasi di lokasi pertambangan.

Pemerintah mencabut lebih dari 2.000 Izin Usaha Pertambangan (IUP) bermasalah sebagai bagian dari penataan ulang tata kelola sektor minerba. Kebijakan ini disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia pada Sabtu (29/11/2025) dalam forum publik di Jakarta. 

Langkah tersebut dilakukan untuk memastikan pemanfaatan sumber daya alam berjalan sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945 dan dilakukan tanpa memandang pemilik izin.

Menurut Bahlil, izin yang dicabut mencakup perusahaan yang tidak menjalankan kegiatan operasional meski telah mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), tidak menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), hingga pemegang konsesi yang menjual kembali izin tambangnya. 

Ia menyebut aturan harus ditegakkan merata. “Pencabutan izin ini tanpa melihat ini punya siapa atau ini punya siapa, enggak. Kita tertib. Aturan berlaku untuk seluruh orang, tidak untuk satu kelompok orang tertentu,” ujarnya dalam keterangan yang dikutip dari Bisnis.com.

Selain pencabutan permanen, Kementerian ESDM juga menangguhkan 190 IUP pada September 2025 karena belum memenuhi kewajiban pembayaran jaminan reklamasi dan pascatambang. 

Direktur Jenderal Minerba Tri Winarno menjelaskan bahwa pemegang izin diberi waktu 60 hari untuk menyelesaikan kewajiban, sebelum pencabutan dilakukan bila tidak ada perbaikan.

Sejumlah akademisi menilai evaluasi ulang IUP merupakan langkah yang sejalan dengan prinsip hukum administrasi dan keberlanjutan. Ekonom Universitas Persada Bunda Indonesia, Dr. Riyadi Mustofa, mengatakan integrasi perizinan yang kini berada di kewenangan pemerintah pusat memang mensyaratkan evaluasi menyeluruh. 

“Dalam proses integrasi itu seluruh perizinan dievaluasi: layak dilanjutkan atau tidak,” ujarnya dalam diskusi publik bertajuk Satu Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran dari Sudut Pandang Energi.

Pakar kebijakan publik Universitas Sriwijaya, Dr. Andries Lionardo, menyebutkan arah kebijakan minerba sejauh ini menunjukkan perbaikan tata kelola. Ia menilai penataan harus menjaga keseimbangan antara kepentingan usaha, kepentingan masyarakat, dan daerah penghasil.

Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Prof. Ir. ING Wardana, menambahkan pentingnya evaluasi berkala. Ia menilai jangka waktu 10 tahun untuk peninjauan izin cukup realistis karena siklus persiapan tambang umumnya mencapai 4–5 tahun. Evaluasi berkala dinilai dapat memastikan kegiatan tambang berjalan sesuai kaidah operasi dan keberlanjutan.

Presiden Prabowo Subianto sebelumnya menggelar rapat terbatas di Hambalang pada Minggu (23/11/2025) bersama sejumlah menteri, termasuk Menteri ESDM, untuk membahas penertiban kawasan hutan dan praktik pertambangan ilegal. 

Dalam pertemuan tersebut, Presiden menegaskan kembali komitmen pemerintah memperbaiki tata kelola dan memastikan kekayaan alam dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.