![]() |
| Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman memberikan keterangan saat audiensi dengan redaksi Bisnis Indonesia di Kantor Kementerian UMKM |
Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman mengusulkan penambahan bea masuk bagi sejumlah produk impor asal China yang membanjiri pasar domestik. Usulan tersebut disampaikan pada Senin (24/11/2025) seusai rapat bersama pelaku usaha di Gedung Smesco, Jakarta, menyusul keluhan bahwa harga produk white label impor jauh di bawah biaya produksi UMKM lokal.
Menurut Maman, gelombang masuknya barang-barang impor tanpa label itu menimbulkan tekanan serius bagi keberlangsungan UMKM di berbagai sektor, mulai dari pakaian, alas kaki, kerudung, arloji, hingga perlengkapan rumah tangga.
Ia menyebutkan produk-produk tersebut masuk secara legal sehingga penindakannya tidak sesederhana penyelundupan barang bekas.
“Ini masuk dalam jumlah banyak yang akhirnya membanjiri market domestik kita,” ujar Maman saat ditemui di Smesco, merujuk laporan pelaku usaha yang kesulitan bersaing karena disparitas harga.
Dua opsi pengamanan pasar
Maman menyiapkan dua strategi yang akan dibawa ke lintas kementerian. Pertama, penetapan harga eceran tertinggi (HET) untuk produk impor agar tidak dijual terlampau murah.
Ia mencontohkan jilbab impor yang dilepas di pasar hanya Rp3.000–5.000 per buah, sementara ongkos produksi UMKM lokal mencapai sekitar Rp7.000. Ia mengusulkan agar jilbab impor dari China dipatok minimal Rp15.000.
Usulan serupa telah disampaikan dalam rapat koordinasi, termasuk kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan Menteri Perdagangan Budi Santoso.
Kedua, pemerintah mempertimbangkan kenaikan tarif bea masuk untuk sekitar 10 kelompok produk yang dinilai paling berdampak terhadap UMKM. Menurut Maman, pembahasan teknis dengan Kementerian Perdagangan sudah berjalan, termasuk pemetaan komoditas yang akan dikenakan tarif tambahan.
Persaingan tidak seimbang
Maman menyoroti ketidakseimbangan regulasi antara produk lokal dan barang impor white label dari China. Ia menjelaskan bahwa pelaku UMKM wajib memenuhi berbagai sertifikasi seperti SNI, halal, hingga BPOM untuk kategori tertentu, sedangkan barang impor serupa bisa beredar tanpa persyaratan yang sama.
Data Kementerian UMKM, yang dikutip sejumlah media termasuk Bisnis dan LinkUMKM, menunjukkan lonjakan impor barang bekas dari 7 ton pada 2021 menjadi 3.600 ton pada 2024.
Hingga Agustus 2025, volumenya sudah mencapai 1.800 ton. Maman menilai barang-barang baru white label jumlahnya jauh lebih besar dan variatif, sehingga tekanan terhadap produk lokal meningkat siginifikan.
“Kalau tanya ke saya, saya penginnya tutup sama sekali. Bagi barang-barang yang kita bisa produksi sendiri ngapain kita ambil dari luar?” ucapnya dalam keterangan terpisah, seperti dikutip dari Detik.
Di sisi lain, pemerintah menyiapkan strategi substitusi dengan mengonsolidasikan sekitar 1.300 merek lokal yang dapat menggantikan produk impor murah di pasar ritel.
Maman menyebut langkah ini tengah diselaraskan dengan kementerian teknis untuk memperkuat rantai pasok UMKM di sektor fesyen, aksesori, dan perlengkapan rumah tangga.

0Komentar